"Adik sepupumu itu bagaimana, sih? Tidak bayar kartu kreditnya, malah aku terus yang diteror." Keluh kesah istriku yang belakangan sangat menyesal memberikan nomor teleponnya dan mau mengkonfirmasikan ke pihak pemberi kartu kredit bahwa dia mengenal si "X" yang masih adik sepupuhku.
"Kamu, sih, tidak tanya-tanya aku dahulu. Jangan sembarangan mau kasih nomor "handpone" dan mengaku kenal dengan seseorang yang kamu tidak yakin kemampuan finansialnya."Kataku. Karena aku juga beberapa kali diminta si adik sepupu untuk memberi konfirmasi, tetapi aku tidak bersedia, karena tidak yakin dia mampu mengelola keuangannya dengan baik.
"Tiap hari, kalau tidak Bank "M", pasti Bank "B" menagih minta dibayarkan tagihan jatuh tempo si "X". Kalau saya bilang telepon saja nomor "HP" dia dan kasih nomor "HP" orangtua kandungnya, kata si penagih nomor-nomor itu tidak aktif." Kata mamanya anak-anak.
Yang bikin kesal si penagih bicaranya membentak-bentak dan seoalh istri saya itu kriminal berat yang harus ditangkap, padahal kesalahannya hanyalah menjawab kenal si "X" ketika pengelola kartu kredit menanyakannya untuk syarat menyetujui kartu itu digunakan.
Istri saya pernah memohon kepada para penerornya untuk mencabut saja nomor "HP"-nya dari rekomendasi kepada si "X", tetapi mereka menjawab tidak bisa, kecuali hutang si "X" yang 30 jutaan mau istri saya bayarkan, baru mereka mau mencabutnya. Wah, enak banget.
Konsultasi sana-sini akhirnya adik istri saya yang bekerja di salah satu bank plat merah bilang tidak usah risau, kalau ada peneror seperti itu tidak usah dijawab, toh kalau mereka mau menuntut ke polisi, maka yang dikejar tetap si "X" bukan istri saya. Teror yang dilakukan para "debt collector" pertelepon itu memang tujuannya membuat istri saya mendatangi si "X" dan menyuruhnya bayar tagihan atau kalau hubungan si "X" dan istri saya sangat-sangat dekat, maka istri saya dengan penuh cinta kasih mau melunasi hutang-hutang si "X".
Lucunya, pernah beberapa bulan istri saya tidak diteror, lalu belakangan diteror lagi. Itu menurut adik istriku, mungkin si "X" pernah mencicil tagihan di batas minimum, jadi si peneror "mingkem" dahulu. Tetapi sesudah tidak bayar lagi, maka teror dilanjutkan.
Pernah juga waktu si peneror ini menelepon dan saya yang menjawab, bukan istri, si penelepon malah mematikan teleponnya, berarti dia tidak mau meneror sembarangan orang, hanya siempunya telepon.
Jadi, intinya, jangan mau kasih nomor "handpone" dan mengkonfirmasikan kenal dengan seseorang kalau tujuannya untuk membuat kartu kredit, kecuali anda siap diteror untuk orang tersebut karena dia sangat berjasa pada kehidupan anda sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H