"Dok, itu Pasien "A" yang dokter prolaniskan dengan insulin dosis 40 unit tidak dapat persetujuan apotik dan BPJS, karena maksimal dokter keluarga dapat meresepkan insulin 20 unit."Telepon Apoteker rumah sakit.
"Oh, aturan baru, ya? Selama ini tidak ada masalah,kan?"Tanya Saya lagi.
"Apotik yang kerja sama prolanisnya, Dok. Mereka minta ada aturan begitu."Jawab si penanggung jawab obat tersebut.
"Okelah, kalau begitu si pasien jangan diprolaniskan dahulu, kita resepkan disini saja obatnya...."Jawab Saya.
Nah, ini menjadi problematika kalau mau mengembalikan pasien diabetes ke dokter keluarga (klinik/PUSKESMAS/FKTP) yang biasa disuntik insulin dengan prolanis (program pengendalian penyakit kronis), akibat beberapa kali pena insulin ini "tertangkap tangan" diresepkan banyak-banyak oleh dokter yang diperdaya oleh pasien yang meminta dosis "full" 3x 40 unit, karena katanya sudah biasa begitu, tetapi ternyata insulinnya dijual sementara dianya makan obat diabetes oral saja.
Tahun 2015 ada ketentuan di daerah Jawa dosis insulin maksimal yang dapat diresepkan dokter keluarga 20 unit dan ini sepertinya dijadikan patokan juga di daerah Palembang tahun ini, sebelumnya saya pernah menulis dosis lebih 20 unit si pasien tetap dapat di prolaniskan.
Sebenarnya ada peluang untuk meresepkan lebih 20 unit, asal dicantumkan beberapa point:
1. Catatan HBA1C (kadar glukosa yang 'tercemar' gula 3 bulan terakhir) terbaru.
2. Catatan gula darah saat itu
3. Alasan mengapa dosis harus lebih 20 unitnya.
Tetapi ketiga parameter itu belum tentu saling berkaitan mengingat pasien tidak kita ikuti ketat selama seminggu sekali, tetapi hanya 1 kali sebulan dan apakah dia memakai insulinnya atau malah menjualnya kita tidak akan pernah tahu mengingat 1 pena insulin itu kalau harga jualnya dapat lebih 200 ribu sebuah atau di pasar gelap paling tidak 50 ribu (katanya sih, saya bukan penadah,ya).
Pemberian dosis insulin harian dapat dilakukan dengan dosis awal 3x8 unit bila mau mencoba jenis kerja pendek, tetapi saya pribadi lebih suka langsung insulin kerja panjang dengan dosis 10 unit karena semua pasien rawat jalan biasanya cukup stabil dan perlu obat yang praktis.
Selanjutnya kalau saat kontrol gula darah sewaktunya masih lebih 200 atau gula darah puasanya lebih 126 kita naikkan dosisnya 4 unit untuk kerja pendek atau 3 unit untuk kerja panjang.
Diharapkan dengan 3x 20 unit kerja pendek dan atau 1 x20 unit kerja panjang, maka gula darah sewaktu atau puasa pasien di FKTP mencapai normal saat kontrol.
Seperti kartu konversi gula darah sewaktu ke HbA1C yang ada diatas ini terlihat kalau pasien tidak diobati insulin atau diobati insulin namun dosisnya kurang dan si pasien gula darah sewaktunya rata-rata 357 selama 3 bulan, maka HbA1C-nya 13,9 kurang lebih, padahal target HbA1C normal anggaplah di 7,maka pasien yang selalu gula darahnya lebih dari target HbA1C dan gula sewaktu lebih 200 walau dengan dosis insulin sudah 20 unit , sebaiknya dosis insulinnya dinaikkan lagi, tetapi jangan di FKTP namun harus di rumah sakit, alias tidak bisa memakai prolanis dahulu.
Inilah yang dimaksud dilema melayani penyakit katastropik sejenis diabetes melitus yang banyak sisi lain harus diperhatikan selain diagnosis dan terapi. Ada kecurigaan ketidakjujuran pasien disana, ada kekhawatiran komplikasi ke gagal ginjal, jantung dan stroke disana dan ada peraturan internal di masing-masing institusi yang berbeda baik di pihak BPJS, FKTP, rumah sakit rujukan dan apotik penyedia obat prolanis yang dapat berbeda-beda antar institusi maupun persepsi masing-masing pelaksana di lapangan yang mungkin tidak sama.
Kalau bagi saya pribadi sih sederhananya pasien diabetes sebaiknya coba obat makan dahulu sementok mungkin, kalau tidak dapat lagi baru kasih insulin kerja panjang (yang sekarang maksimal 20 unit), kalau gagal maka insulin kerja panjang dikombinasikan insulin kerja pendek (maksimal 20 unit juga) dan kalau masih tidak terkendali, maka si pasien seumur hidup akan kontrol di rumah sakit dan tidak dikembalikan ke FKTP.
Atau nanti jika rumah sakit tipe C pun maksimal hanya boleh resepkan insulin di 20 unit, rujuk saja ke rumah sakit tipe A yang semua dosis dan semua prosedur relatif dapat dilakukan. Pokoknya, sesuaikan diri dengan aturan main baru dan peluang-peluang baru semata-mata demi keselamatan pasien dan jangan hanya karena batasan dosisdan rumitnya point 1,2,3 diatas serta interpretasinya, mereka menjadi jatuh ke komplikasi yang membuat kecacatan atau invalid.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H