Raka melepas sobatnya itu penuh haru. Perang nuklir dan gas syaraf ini memang tidak penuh darah serta mayat,  namun menjadi serba  lumpuh dan lamban.  Tetapi selamban-lambannya dipukuli puluhan, ratusan bahkan ribuan komando baret hijau "Delta Force" pasti tetap akan sakit dan mematikan.Â
Penuh doa dalam tiga hari ternyata Dollan dan burung unta pun kembali bersama Militia. Â Raka dan puluhan laskar yang dipimpinnya bersorak-sorai menyambutnya bak pahlawan memenangkan sebuah perang.
"Bagaimana mungkin Dollan,  apa  yang kamu lakukan untuk menaklukkan sang komandan? " Tanya Raka tak percaya.Â
"Sederhana, Â Raka. Â Selain pedang samurai, Â aku juga bawa kertas dan pena. Â Aku buat puisi dan kisah lucu 2030 buah selama dua hari di markas mereka. Masing-masing anggota saya kasih satu dan komandannya saya kasih 10. Akhirnya dengan rela, Â Militia mereka lepaskan. Â Mereka tidak menyangka kemampuan literasi di negeri seterpuruk ini begitu tingginya. " Dollan bercerita dalam bahagianya, Â apalagi Militia memastikan dia tidak dijamah.Â
Setahun kemudian, perang dunia usai. Tentara pendudukan mulai pulang ke negara masing-masing.Â
Dollan, Rangga  dan 300-an pemimpin laskar perlawanan selama ini pun bertemu di tengah,  di pulau Kalimantan bersepakat kembali memakai nama negara itu Indonesia dan presiden terpilih Dollan,  karena kemampuan literasinya terbaik dan selanjutnya setiap 5 tahun pemimpin negeri tidak dipilih berdasarkan pemilihan umum,  namun  berdasarkan kemampuan literasi yang terbukti lebih bertahan dari budaya mesiu dan budaya emosi.Â