Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Karena Ulah Meremas oleh Oknumnya, Maka Diperas Pula Rumah Sakitnya

28 Januari 2018   04:19 Diperbarui: 28 Januari 2018   23:18 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maaf, Mbak. Kita memang tidak berniat sampai ke pengadilan, paling-paling nanti negosiasi ke rumah sakitnya, supaya damai....Biar Saya yang urus, nanti 50% dari uang damainya untuk Mbak, 50% lagi untuk operasional saya. Bagaimana?" Mata berbinar si praktisi hukum itu membuat pusing si Korban yang baru saja terguncang diraba-raba oleh oknum atau oknum-oknum (dia bahkan lupa jumlahnya, karena efek pembiusan itu membuat samar-samar), tambah terguncang lagi mau dipakai kasusnya sebagai alasan memeras rumah sakit tempatnya dioperasi. Memang ada hikmahnya juga, kejadian ini membuat semua biaya operasi digratiskan, tetapi kalau sampai mau memeras lagi, dia belum sampai kesitu maunya.

"Nanti dahulu, Pak. Saya pikir-pikir, ya. Saya tidak suka kasus ini membuat nama baik Saya jadi jelek kalau terkesan memeras, Saya hanya ingin keadilan, etika ditegakkan, wanita dihargai diseluruh rumah sakit di dunia ini dan petugas kesehatan jangan mudah khilaf. Itu saja. Tetapi saya bukan pemeras dan aji mumpung. Saya butuh waktu istirahat...." Si Nona memanggil perawat jaga yang kali ini wanita untuk mempersilahkan pengacara terkenal di Kota Timur itu pergi. Dia mau memulihkan fisiknya, pikirannya dan jiwanya.

"Jangan lama-lama memikirkannya, Mbak. Nanti kasusnya basi. Mumpung jadi viral ini...."Katanya sambil berlalu.

Di tempat lain Hilafi pulang ke rumah dengan lunglai, istrinya menatap wajahnya antara sedih, marah, jengkel dan pasrah, "Kenapa harus jadi begini, Pa?" Dan setelah mengatakan itu si istri menangis sejadi-jadinya, Hilafi berusaha memeluk pujaan hatinya itu tetapi si istri tidak sudi.

"Maaf, Ma. Aku khilaf...."Katanya.

"Jangan sentuh aku dulu. Carilah pekerjaan baru, baru aku maafkan..." Kemudian si istri membereskan pakaiannya dan dua anaknya, lalu pergi ke Kota Selatan, tempat orang tuanya.

Missy, sang korban, keesokan harinya memutuskan melanjutkan kasus ini dengan sang pengacara ternama, menuntut si pelaku dan menuntut rumah sakitnya karena kejadiannya disana.

"Ini bukan soal balas dendam atau soal uang damai. Ini soal perjuangan mewujudkan ruang operasi, ruang perawatan yang beretika dan yang menghormati pasien. Mari kita lanjutkan pak Pengacara. Sebab kalau berhenti disini saja, akan ada korban-korban lainnya. Biar ada pembelajaran dan efek jera. Kalau ada uang damai disana, itu bonus....."Dia pun menyalami sang Pengacara dan memberikan tanda tangan surat kuasa melanjutkan kasusnya.

Sang Pengacara beberapa kali bermediasi dengan pihak rumah sakit dan akhirnya terjadi kesepakatan damai, nilai damainya tidak dipublikasikan, namun konon seharga mendatangkan seorang mantan bintang sepak bola di klub terkenal Eropa ke negeri itu.

Hilafi konon tidak dapat lagi menjalankan profesinya sebagai perawat karena ditarik ijin prakteknya dan sekarang menjadi pengendara angkutan aplikasi yang sangat sopan terhadap penumpang wanita.

Rumah sakit ternama yang ketiban sial kasus ini mulai membenahi prosedur perawatannya, dimana harus ada dua petugas yang minimal salah satunya wanita kalau mengurusi Pasien wanita. Semua petugas di rumah sakit dari kebersihan, satpam sampai dokter spesialisnya dipsikotest ulang dan kalau ada kecenderungan genit, harus ditatar ulang cara bersikapnya terhadap lawan jenis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun