"Benar, dokter Posma, pasien saya pernah datang berobat ke klinik, karena darahnya yang didonorkan ke 75 dinyatakan tidak layak pakai karena tercemar. Padahal ke 74 donor darah sebelumnya bisa dipakai dan Pasien itu heran sekali."Kisah teman saya yang melayani salah satu klinik untuk pemeriksaan HIV.
Selanjutnya si pasien usia 60 tahunan itu disarankan PMI ke klinik pemeriksaan penyakit darah, karena yang gratis HIV, maka HIV diperiksa dahulu dan hasilnya negatif, lalu ditawarkan pemeriksaan infeksi lain yang berbayar si pasien bersedia dan didapatkan hepatitis B-nya negatif, tetapi hepatitis C nya positif. Dia mengaku pernah ke ahli tusuk jarum 2 bulan lalu dan menjalani terapi tusuk jarum. Faktor resiko lain seperti disuntik, dijahit, berhubungan seks yang tidak aman tidak ada mengingat istrinya juga sudah tua.
"Jadi kemungkinan besar dia tertular dari tusuk jarum yang tidak steril..."Dia pun setuju, walau pembuktiannya sulit.
Otomatis, si pasien akan terdata di PMI (Palang Merah Indonesia) sebagai pendonor yang darahnya tercemar dan donor darah selanjutnya mungkin akan ditolak, karena membersihkan virus di sebuah kantong darah sepertinya mustahil. Padahal, untuk orang-orang yang rajin mendonorkan darahnya, kalau lama tidak donor darah, tubuh akan terasa berat dan tidak nyaman.
Untuk itu, sebaiknya semua faktor resiko tertular penyakit darah dihindari, selain jarum dapat juga melalui pisau cukur ataupun sikat gigi yang pernah dipakai orang lain. Alat-alat ini seharusnya steril kalau sekali pakai, tetapi jika digunakan lagi dengan pembersihan yang seadanya, maka sisa darah dari orang sebelumnya dapat saja masuk ke tubuh pemakai alat berikutnya.
Semoga bermanfaat!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI