"Dok, mohon isi asuransi pasien yang pulang sebulan lalu."Kata petugas yang mengurusi asuransi non-BPJSK di rumah sakit.
"Lho. Ini pasien yang minggu lalu minta asuransi lainnya? Berarti dia selain BPJSK ada dua asuransi lain? Dia selisih bayar, ya?"Tanya saya penasaran.
"Enggak, dok. Dia sesuai kelasnya, tetapi asuransi yang dua ini tidak mengganti selisih bayar, tetapi mengganti lamanya hari rawat. Kalau dirawat 5 hari, dia dapatnya 2,5 juta, sehari 500 ribu."Penjelasan si petugas lagi.
Memang penggantian asuransi kesehatan lain-lain itu sejauh yang saya lihat ada yang mengganti selisih bayar dan ada yang mengganti sesuai lama hari rawat. Untuk peserta BPJSK, yang tidak mau selisih bayar, maka asuransi jenis kedua menguntungkan. Semua biaya perawatan ditanggung BPJSK, namun saat dia pulang ke rumah bisa mendapat uang lagi sesuai lama perawatan, tambah lama dirawat tambah banyak uang yang didapat.
Siapakah yang sanggup membayar premi 2,3,4 sampai belasan asuransi kesehatan lain-lain? Yang pasti orang berpunya. Lalu apakah ada orang berpunya yang punya beberapa asuransi kesehatan lain-lain ini masih ikut BPJSK? Ada. Mengapa? Karena BPJS Kesehatan satu-satunya asuransi yang menyanggupi melayani semua klaim perawatan sampai yang terberat sekalipun (katastropik) kecuali yang bersifat kosmetik, penyakit gaya hidup-hobby dan tindakan mencelakai diri sendiri dan yang sudah dicakup bidang lain (Jasa Raharja dan BPJS Ketenagakerjaan).
Misalnya seorang kaya punya asuransi lain-lain 5 buah, mau kemoterapi atau pasang cincin jantung dan tidak selisih bayar. Selama perawatan 3 hari, dia semua biaya ditanggung BPJSK, pulangnya dia urus ke 5 asuransinya yang bayar versi lama rawat, kalau 1 saja bayar 3 juta, maka dia dapat ganti 15 juta. Belum lagi kalau dia banyak keluhan dan pulangnya seminggu, maka uang yang dia dapat bisa 7x 5 = 35 juta. Padahal biaya pasang cincin jantungnya yang 100 juta semua dibayar BPJSK.
Mungkinkah BPJSK mempunyai data semua asuransi kesehatan lain-lain ini? Seharusnya bisa, karena rumah sakit dapat melaporkan ke mereka kalau ada permintaan asuransi lain-lain ini dan ditindaklanjuti sebagai 'cost sharing', alasannya, penyakit katastropik yang dimiliki si pasien butuh biaya besar yang seharusnya si pasien ikut menanggung beban karena memang berpunya.
Kalau pasiennya tidak berpunya, ya semua harap maklum. Tetapi kalau si pasien sanggup punya asuransi lain-lain maka sebaiknya dia mau berbagi dan tidak malah cari untung dari BPJSK.
Ini mungkin tidak perlu perubahan undang-undang atau tehnis yang harus persetujuan parlemen, karena cukup BPJSK melarang semua pasien yang tidak mau naik kelas untuk bisa mengklaim asuransi jenis apapun melalui rumah sakit. Klaim harus ke BPJSK dan dana yang cair bisa dibagi dua, dibagi tiga atau berapa kek yang penting ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H