Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cerpen) Aku Menulis di Sini Berharap Kau Selalu Membaca "Postinganku"

5 November 2017   00:01 Diperbarui: 5 November 2017   07:48 1467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dampingiku (dokumentasi pribadi)

"Ha? Benarkah begitu, Bung? Kamu selama ini semangat menulis di Mediana ini karena aku? Kok bisa?" Deara bertanya penasaran di 'wasapp' mereka. 

"Itulah kenyataannya, Deara. Hampir tiap hari ada puisi atau cerpen percintaan lahir dari tanganku, karena berharap di setiap kata-katanya kau resapi, kau renungi, kau senyumi...." Jawab si Bung dengan tambahan simbol hati dan bunga mawar.

Ya, dialah si Bung, seorang arsitek piawai yang lulusan perguruan tehnik ternama, awalnya di Mediana dia suka mengulas masalah tata kota, tata bangunan, bagaimana merancang rumah kecil terlihat luas dan bagaimana membuat rumah di pengkolan yang parkirannya luas ke segala arah. Tetapi tiga tahun lalu dia terpesona dengan seorang cerpenis bernama Deara, yang misterius, tulisannya nakal menggoda, padahal si gadis tampak lugu ketika kopi darat pertama mereka di Taman Mini Indonesia Indah.

"Ada pacar Deara?" Tanya Bung yang saat itu di usianya yang sudah 31 tahun dan sudah mapan jiwa raga, tetapi masih mencari jantung hatinya.

"Ada. Itu dia disana mojok di kantin, ngopi. Pacarku cemburuan, lho. Jadi jangan terlalu nempel seperti itu bertanyanya. Dia karate sudah ban coklat, lho......"Deara tersenyum mengingatkan, si lelaki pun maklum. Ada jarak yang mau dibentang, sejenis 'police line' yang tak boleh dilangkahi.

"Masukkan dalam daftar antrian penggantinya, Deara. Aku siap menunggumu kalau kau tidak nyaman lagi dengannya..."Rayunya lagi.

"Kamu masuk daftar antrian ke 11 Bung. Yang naksir aku banyak.."Si gadis berlalu sambil tertawa geli.

Sejak pertemuan tersebut si Bung malah sering membuat puisi, cerita pendek, novel dan setiap kopi darat Mediana dia pasti datang hanya untuk bisa bertemu si gadis pujaannya itu. Satu dari tiga acara mereka pasti bertemu dan si gadis tetap ramah walau tetap jaga jarak aman.

Tiga tahun berselang, Deara mulai menulis tidak senakal dan seriang dulu lagi, ada kata-kata bernada kecewa dalam cerpen-cerpennya, misalnya "...mengapa setiap pengorbananmu padaku harus selalu diperhitungkan?", "Aku ingin kepastian....." "Cinta yang tergantung dengan kepala dibawah itu menyakitkan...."

"Kalian sudah empat tahun, tanpa kepastian, padahal dia dan kamu sudah sangat siap menikah menurut saya..." Bung memberanikan diri 'menjapri' Deara. 'Now or never' pikirnya.

"Iya, dia selalu berujar jalani saja, jalani saja...Aku sudah mulai jenuh, aku menunggunya terlalu lama...."Keluh si gadis.

"Aku butuh istri Deara, dia hanya butuh pacar. Aku butuh 6 bulan berpacaran, untuk memutuskan menikah atau berteman saja, bukan 4 tahun.Kalau kau juga butuh suami, kau bisa menghubungiku kapan saja....." si Bung menawarkan diri jadi penyelamat hati.

Dua minggu kemudian cerpen Deara terbaca kata-kata yang begitu indah, "...Romantisme cinta, mendayu-dayu rayuan pulau kelapa telah mengiang di telinga bertahun-tahun tetapi tanpa janji setia di hadapanNya...Cukup sudah, walau si dia selalu nyablak bicara, tidak ada halus tutur katanya, tetapi dia menjanjikan sebuah ikatan abadi selamanya dan berharap dari rahimku lahir anak-anaknya....."

Si Bung langsung 'menjapri' Deara setengah jam kemudian.

"Maaf Deara. Kamu sudah dilamar siapa?"

"Belum ada, Bung. Tetapi yang pasti aku sudah tidak digantung lagi, kami putus..."Jawabnya.

"Ada yang lain yang kau tunggu? Atau aku bisa langsung melamarmu?" Sekali 'nyablak' tetap 'nyablak'..

"Tidak ada antrian lain, Bung. Aku siap kapan pun kamu mau..." Seperti berharap, seperti pasrah.

"Aku akan terima kamu apa adanya, Deara. Aku tidak akan tanya apa-apa lagi tentang 4 tahunmu bersamanya.."Janji Bung.

"Tenanglah Bung. Aku tahu apa yang harus kujaga.....Kamu tidak akan dapat sisa...." Kali ini Deara berani menjanjikan keutuhannya.

Tidak perlu lama, 3 bulan kemudian Bung dan Deara menikah, warganet di Mediana pun bahagia merayakannya.

Namun ada sedikit rasa kehilangan, karena si Bung tidak main di fiksi lagi, dia kembali ke habitat arsiteknya, sementara Deara beralih menulis ke 'parenting' serta lingkungan hidup dan wisata.

Ya, sudah, harus tetap ada yang dikorbankan demi sebuah cinta, kan?

dari FB Kompal
dari FB Kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun