Penyakit katastropik adalah penyakit-penyakit yang komplikasinya dapat mengancam jiwa, jumlahnya banyak,berisiko tinggi dan biayanya besar. Beberapa penyakit yang masuk kategori ini adalah : hipertensi, penyakit jantung, stroke, ginjal, diabetes melitus, kelainan darah, kanker dan lain sebagainya.
Komplikasi dari penyakit-penyakit ini yang dapat 'menyedot' 30% dari biaya BPJS Kesehatan, bila berujung ke cuci darah, pemasangan cincing jantung dan perawatan ICU pasien stroke, serta kemoterapi. Wajar kalau beberapa asuransi 'non BPJS Kesehatan' enggan memasukkan penyakit-penyakit jenis katastropik ini di dalam tanggungannya, karena biayanya sangat sulit dikontrol atau dibatasi.
Lebih 3 tahun ikut serta dalam pelayanan BPJS Kesehatan, maka yang saya anggap berpotensi mengurangi 'ledakan' penyakit katastropik ini adalah 'Program Pengelolaan Penyakit Kronis (PROLANIS)', dimana hipertensi, jantung, diabetes melitus sejak dini sebelum ada komplikasi diobati secara holistik di Fasilitas Kesehatan Primer (FKTP) setelah mendapatkan buku 'PROLANIS' yang direkomendasikan dosisnya oleh dokter spesialis di rumah sakit tipe D atau C.
Permasalahannya ada dua:
1. Dokter FKTP takut merujuk ke rumah sakit tipe D atau C pasien-pasien katastropik yang belum berkomplikasi, karena tidak yakin si pasien 'di-Prolanis-kan' dokter spesialis rujukan. Sementara kalau banyak merujuk, dana kapitasi mereka akan dikurangi.
2. Dokter Spesialis yang terkait tidak semua mengerti 'PROLANIS' dan mau mengembalikan pasien yang ke tempat prakteknya untuk rujuk balik. Mungkin takut nanti pasiennya berkurang yang berakibat penghasilan berkurang.
Jadi, pasien sering malas berobat untuk 3 hari sekali ke FKTP karena ongkosnya lebih mahal daripada harga obatnya, malas juga dirujuk ke rumah sakit untuk ambil obat 1 bulan, karena mengantri di rumah sakit bisa lebih 6 jam. Padahal bila memakai buku prolanis, si pasien bisa saja mengambil obatnya diwakilkan keluarga yang lain dan dokter di FKTP pun mendapatkan 'nilai tambah' bila banyak membina pasien 'PROLANIS'.
Mari bayangkan kalau 20 jutaan pasien yang ada penyakit kardiometabolik memakai 'Prolanis' BPJS Kesehatan terkontrol gula darahnya diantara 80-140 mg/dL, tekanan darahnya di 120/80 dan irama jantungnya normal serta tidak sesak napas, maka 10 tahun ke depan pasien baru yang perlu hemodialisa (cuci darah), pasang cincin jantung, operasi jantung, operasi kaki membusuk, operasi mata katarak karena diabetes dan operasi otak karena stroke akan sangat berkurang.
Untuk itu, FKTP dan spesialis yang terkait dengan 'PROLANIS' di satu kota sebaiknya semua duduk bersama bersepakat membahas apa-apa saja langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencari 'win-win solution' mengatasi tersendatnya program yang sangat bagus ini. Bila tidak, maka 10 tahun ke depan akan membludaklah pasien komplikasi jenis ini dan entah berapa trilyun lagi harus terpakai dana APBN, padahal sebenarnya itu dapat dicegah oleh rutinnya pasien makan obat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H