Setelah 6 jam menunggu di Amman Yordania dan sekitar 4 jam terbang dari sana ke Paris, kami berlima tiba di Bandara Charles de Gaulle pukul 16.30 waktu setempat. Kebetulan kami menginap di hotel 'budget' F 1 di sekitaran bandara itu karena pukul 7 pagi harus terbang ke Wina, karena tur wisata yang kami ikuti adalah di sekitaran Eropa Timur yang terutama Slowakia, Bratislava.Â
Tetapi karena kalau ke Eropa tanpa ke menara Eiffel rasanya tidak lampias dan kebetulan tiket langsung Jakarta-Bratislava maupun Kuala Lupur Bratislava sangat mahal, maka terbang ke Paris dengan transit di Bangkok dan Aman, lalu lanjut dari Paris ke Wina dahulu, baru dari Wina naik bus ke Bratislava pun kami 'jabani'.
Dari bandara ke hotel tersebut ada 'bus shuttle' dengan nama 'Silver' yang gratis, kalau naik taksi pasti mahal, sekitar 22 Euro untuk yang besar, karena kami berlima tidak boleh satu taksi kecil.
Banyak pengungsi mengedarkan kotak minta bantuan ke pengendara di jalan yang beberapa orang ada yang tidak sungkan memberikan koinnya. Rasa kemanusiaan negeri ini patut diacungi jempol, walaupun ada beberapa kejadian terorisme dan kotanya menjadi agak kurang rapi, namun menyelamatkan nyawa ribuan pengungsi seperti ini membuat saya pribadi menaruh hormat pada negeri yang cenderung liberal ini.
Bus nomor 350 kami turun di perhentian Gare-du-nord, dimana kami menumpang bus 42 menuju taman Eiffel, naik bus ini terbilang murah, hanya seorang sekitar 2 euro, bandingkan kalau naik taksi besar (family) yang bisa 100 euro sekali jalan, sekitar 1,5 jutaan rupiah.
Kota Paris memang indah dan walaupun agak kotor dan banyak tenda darurat serta jemuran para pengungsi di kolong-kolong jembatan, bagi saya membuatnya lebih indah secara kemanusiaan, kesolidaritasan dan kebersamaan. Kota ini rela sedikit tidak rapi demi sesamanya.