Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Cerpen) Menjadi Auditor Wajar Tanpa 'Fulus '

28 Mei 2017   21:33 Diperbarui: 28 Mei 2017   21:52 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dokumentasi pribadi"][/caption]

"Maaf, kami masih banyak yang idealis. Itu yang tertangkap tangan uang 45 juta, terlalu kecil untuk membeli kami...."Kata Ben, mewakili teman-temannya para auditor keuangan negara yang sedang berduka, lagi-lagi tertangkap tangan ada transaksi, padahal sudah bertahun-tahun berhasil menjaga nama baik maupun mungkin juga sudah mulai lengah berkelit bagi yang nakal.

Beberapa hari yang lalu sebuah instansi di tingkat pusat pemerintahan ada oknumnya yang menyuap auditor khusus bidang pemerintahan. Auditor AA dan BB, dua senior yang memang sudah dipantau setahun oleh tim anti korupsi, karena kabarnya bisa 'cincai' sesuai pesanan. Mau sebuah instansi diaudit bersih atau mau sebuah kasus lawan politik anda dibuat 'berpotensi merugikan negara', tinggal dinegosiasi.

Kalau instansi anda bersih, hanya ada kerikil satu dua, cukup bayar 100 juta. Tetapi kalau instansi anda sangat jorok, membuat laporan bersih harus dikasih gincu seharga 3 milyar. Pokoknya, minimal 25% dari potensi kerugian harus disetor ke kedua auditor 'WWF (wajar with fulus)'.

"Mau lawan politik anda dibuat seolah merugikan negara, sih mudah. Cukup mencari standar harga yang berbeda menjadi acuan, maka dapat saja yang bersih menjadi terlihat sangat kotor. Karena kamilah penentu 'potensi kerugian' resmi, bukan masyarakat. Tetapi tergantung 'fulus' jugalah..." Ujar BB suatu hari pada 'clientnya' Hans, dan si peminat menyuap ini pun menawarkan harga suap 300 juta ditolak, maunya 500 juta. Karena ditolak dan instansinya kena raport merah, diapun melaporkan percakapan itu pada badan anti rasuah.

"Pengaudit ini harusnya juga diaudit kembali idealismenya, harta kekayaannya, dan pelanggan-pelanggannya. Mereka bisanya mengaudit dan kalau tidak diperiksa pertahun hasilnya, maka yang dinyatakan wajar tanpa syarat, bisa jadi semua bayar."Keluh sang Presiden. Dia kecewa berat, kalau penyaring kejernihan air pun sudah sedemikian bolong dan joroknya, maka bisa dibayangkan hasil saringannya yang mau diminum rakyat. Bisa saja penuh cacing.

"Semua yang diaudit bersih diaudit ulang dan semua yang diaudit kuning atau merah diwawancara, apakah ada permintaan uang. Kalau perlu semua auditor ganti baru dengan semua yang baru tamat sekolah auditor dan gaji 25 juta sebulan. Auditor lama setahun dulu dievaluasi kinerjanya selama bertugas, satu saja ada indikasi main 'fulus', penjarakan!" Sang Presiden mengeluarkan perintah tegas.

Karena dua nila AA dan BB setitik, ratusan auditor tingkat pusat kena getahnya. Namun dalam hati semua mengakui, idealisme saat baru diangkat pasti menyala, sebagai abdi negara, penjaga keutuhan keuangan negara, tetapi sesudah bekerja, kenal senior yang sudah gendut, kenal rekanan penggoda dan punya istri dan anak yang suka belanja, membuat idealisme masa muda perlahan sirna. Walau pasti tetap ada yang setia pada sumpah jabatan dan sumpahnya pada Allah, walau menerima nasib tetap hidup sederhana.

Jadi, resminya Juni, semua auditor lama masuk 'camp penyucian candradimuka', tugasnya dialihkan ke auditor swasta dari luar atau dalam negeri dan auditor baru yang sangat-sangat baru. Setelah setahun dievaluasi, barulah yang dapat sertifikat 'WTF' (wajar tanpa 'fulus') mulai dapatkan wewenangnya sebagai auditor instansi negara. Tetapi yang dicurigai sedikit saja pernah 'cincai', maka kasusnya diusut sampai vonis bersalah dan dimiskinkan.

Kejam? Ya, terlihat kejam, tetapi itulah resiko pekerjaan, berani mengaudit, berani digoda, berani ternoda dan harus berani terpenjara serta merana. Toh kalau tidak ketahuan, asik-asik saja, kan?

dari fb kompal
dari fb kompal

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun