"Biasanya saya membandingkan pasien si DPJP yang laboratorium, obat dan lama rawatnya sangat mahal dengan dokter yang efisien, Dok. Saya bilang saja, dokter 'anu' misalnya, merawat pasien diare cukup 3 hari dengan biaya total 2 juta, kenapa dokter harus 7 hari dengan biaya 5 juta? Disindir begitu, biasanya si dokter yang boros ini jadi tidak enak hati," kata salah satu kepala ruangan lain yang kebetulan masih 'jomblo' sehingga bisa sampai sore di rumah sakit menunggui dokter-dokter yang sulit visit.
Para Karu ini juga yang menentukan DPJP mana yang harus tetap dipertahankan rumah sakit karena efektif-efisien dan yang mana yang sangat tidak bisa dianggap kerja sama untuk tidak diperpanjang 'kontraknya' (kebetulan banyak DPJP yang paruh waktu, perjanjian kerja samanya diperbaharui setahun sekali).
Maka biasanya Karu dipilih yang senior, agak cerewet dan pintar berhitung dalam segala hal, walau tidak menutup kemungkinan yang masih gadis, tetapi sarjana keperawatan yang sudah profesi dan terlihat dapat diandalkan akan segera diangkat menjadi kepala ruangan, karena fungsi utamanya di manajerial, bukan di operasional lagi. Walaupun kalau dibutuhkan, mereka harus siap menggantikan perawat yang kurang karena beberapa alasan.
Tanpa kepala ruangan yang bisa 'ganas' demi kebaikan, maka rumah sakit manapun di era BPJS ini akan tumbang.