Pertemuan penyakit dalam seluruh dunia? Kenapa yang foto orang Indonesia semua dan dokter penyakit dalam dari Palembang semua? Ya, harap maklum, karena acara 'World Congress of Internal Medicine 2016' tanggal 22-25 Agustus 2016 diadakan di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali dan sudah ada penerbangan langsung dari Palembang ke Bali.
Kongres yang bertemakan 'Internal Medicine Redifined: New Challenges and Opportunities' ini adalah yang ke 33 diadakan dan Indonesia baru pertama kali menjadi tuan rumah, karena memang baru sejak tahun 2000 akhir ikut International Society of Internal Medicine (ISIM) yang beranggotakan 63 negara di dunia. Penyakit dalam harus menyesuaikan keilmuan mereka dengan perkembangan jaman dan perkembangan penyakit dari infeksi ke arah gereratif dan dari yang berlandaskan genetika sampai ke psikologi serta sosial.
1. Alergi Imunologi
2. Pulmonologi
3. Kardiologi
4. Hematologi-onkologiÂ
5. Gastroenterologi
6. Hepatologi
7. Tropik infeksi
8. Rematologi
9. Ginjal hipertensiÂ
10. Endokrinologi
11. Geriatri
12. Psikosomatik,
ke 12 divisi ilmu yang disebut 'the mother of medicine' ini adalah induknya dunia kedokteran modern. Baru setelah terjadi perkembangan ilmu muncullah ilmu bedah, lalu setelah itu berkembang menjadi disiplin-disiplin ilmu lain yang non bedah (anak, jiwa, saraf,rehabilitasi medis dan lain-lain) dan ilmu bedah berkembang lagi menjadi beberapa disiplin (kebidanan, THT,mata, kulit-kelamin, anestesi, ortopedi, urologi).
Selanjutnya ilmu penyakit dalam harus menyesuaikan diri dengan perkembangan dunia di satu sisi, namun juga harus 'membumi' dengan kondisi saat ini di Indonesia yang memerlukan banyak penyesuaian dengan adanya program JKN.
Berdiskusi dengan beberapa dokter manca negara, memang bikin iri, karena pendidikan dokter dan spesialis di beberapa negara memang lebih singkat, lebih intensif dan sesuai kebutuhan, misalnya: dia diarahkan mengambil salah satu bidang konsultan, karena dibutuhkan di rumah sakit tertentu dan pendidikannya dibantu secukupnya dengan perjanjian dia memang harus kembali ke daerah itu dan memajukan tempatnya itu. Jadi tidak sekolah sendiri-sendiri sesuai keinginan sendiri, biaya sendiri dan sesudah tamat harus cari kerja sendiri dan tidak ada ikatan apa-apa, sehingga mungkin menumpuk di tempat yang 'basah' dan kosong di tempat yang 'kering'.
Mudah-mudahan dengan acara ini, dokter penyakit dalam di Indonesia lebih percaya diri tidak kalah dengan dokter luar negeri, namun sebaiknya memang potensi dokter-dokter yang melayani 60% pasien di setiap rumah sakit ini lebih diatur oleh pemerintah dengan kemudahan beasiswa dan arahan tempat kerja yang diatur merata di tiap daerah, untuk memperbesar keadilan sosial di bidang kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H