[caption caption="'cohorting room' TBC (dokumentasi pribadi)"][/caption]
"Bapak saya BPJS-nya kelas 1, kenapa harus dirawat di kamar yang setara kelas 3? Satu kamar empat orang?"Tanya anak si pasien yang usianya 70-an tahun kurang puas, kelas 1 seharusnya 2 orang satu kamar dan ada 'air conditionernya'.
"Itu kamar namanya 'cohorting room', dimana pasien-pasien infeksius yang jenis kumannya sama, digabung dalam satu ruangan terpisah dari pasien lain yang tidak menularkan. Kebijakan rumah sakit memang begitu. Jadi yang menjadi prioritas utama, jenis penyakitnya, bukan hak kelasnya."Begitu penjelasan saya.
Di setiap rumah sakit biasanya ada kamar-kamar tertentu untuk khusus penyakit menular yang melalui udara, misalnya tuberculosis, pneumonia, flu burung, SARS, serta flu-flu lain yang sangat cepat menyebar dari batuk atau bersin pasien.
Kamar isolasi khusus, biasanya untuk yang sangat infeksius, namun untuk kuman seperti tuberculosis (TBC), biasanya cukup dikhususkan 1 kamar yang bisa saja menampung 2,4 atau 6 pasien, dengan kasus sama-sama TBC. Tetapi tetap dipisahkan sesuai 'gender', pria dan wanita beda kamarnya.
"Berarti kalau disana ada 4 pasien TBC, kemungkinan besar penunggunya tertular juga ada?"Tanya si anak ketakutan.
"Pasiennya tetap kita kasih masker untuk mencegah penularan, yang menunggu juga diberikan, tetapi memang resiko tertular untuk penunggu pasien tetap ada. Tetapi seperti saya dan perawat di rumah sakit ini sudah berpuluh tahun bertemu kasus TBC, namun sampai sekarang belum ketularan."Jawab saya.
"Iya, dokter visitenya sebentar saja, tetapi saya yang harus menunggu 24 jam di kamar infeksius begini, saya takutnya tidak kuat. Saya minta kamar khusus saja."Jawab si anak.
Lalu si anak meminta bapaknya dirawat di ruang yang hanya 1 orang dengan mau selisih bayar, dengan pertimbangan kemungkinan tertular TBC lebih kecil dibandingkan dia menjaga si bapak di 'cohorting room'.
'Cohorting room' dijadikan kebijakan rumah sakit, supaya pasien lain yang tidak berkuman berpotensi penularan tinggi tetap aman. Jadi, kelas perawatan dapat diabaikan, yang menjadi prioritas adalah mencegah penularan selama perawatan.
Namun memang keluarga yang menunggu si pasien ini harus sudah siap fisik dan mental selama 24 jam, karena potensi tertular bukan hanya dari keluarganya yang sakit, tetapi juga dari pasien tetangganya yang mungkin lebih banyak kumannya.