[caption caption="Rujukan BPJS tulis tangan (dokumentasi pribadi)"][/caption]
"Nah, ini obatnya saya kasih sebulan buat hipertensinya, tetapi selanjutnya kalau mau berobat ke rumah sakit, minta rujukan dari PUSKESMAS yang diketik, ya...."Kata saya.
"Lho, biasanya kalau sudah ada rujukan begini, boleh kontrol sampai 3 bulan, dok?"Tanya si pasien bapak-bapak usia 70 tahunan sedikit protes.
"Iya, dulu boleh setiap rujukan dilayani 3 bulan, sekarang harus yang prosedurnya benar dulu,baru boleh kontrol di rumah sakit lebih sekali, kalau rujukannya tidak benar, hanya boleh dipakai satu kali."Jawab saya.
Nah, kalau melihat kertas rujukan di atas, apa masalahnya? Ada beberapa hal, yaitu:
1. Ditulis tangan.
2. Nomor rujukan diatas kurang rinci.
3. Diagnosis rujukan 'hanya' hipertensi.
Seharusnya kalau merujuk, fasilitas kesehatan primer (FASKES PRIMER) agak 'serius' membuatnya dengan mengetik surat tersebut dan memberi nomor yang sesuai prosedur. Lalu diagnosisnya harus layak rujuk, misalnya hipertensi dengan gangguan jantung, hipertensi dengan gangguan ginjal, hipertensi dengan diabetes atau hipertensi karena kelainan sekunder.
Diagnosis hipertensi 'tokh' seharusnya dapat diatasi di PUSKESMAS atau dokter keluarga, karena termasuk 150 penyakit dasar yang harus selesai di tingkat dasar. Karena tiap FASKES primer sudah menerima uang perbulan untuk mengatasi penyakit dasar peserta BPJS yang dinaunginya.
Bila semua pasien BPJS dirujuk ke rumah sakit dengan penyakit yang dasar/ringan, maka BPJS sebenarnya rugi, karena membayar FASKES primer puluhan sampai ratusan juta sebulan hanya untuk membuat rujukan, sementara di rumah sakit harus juga dibayar 'klaim' pasien sesuai jumlah kunjungan.
Maka itu, sebaiknya BPJS menghitung ulang semua FASKES primer yang ada di Indonesia apakah dapat memakai dana kapitasinya untuk melayani 150 penyakit dasar sebaik mungkin, atau hanya 'spesialis' merujuk. Kalau selalu merujuk dan alasan rujuknya tidak jelas, sebaiknya dana kapitasinya dikurangi karena kinerjanya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Semoga bermanfaat!
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H