Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dan Dokter-dokter Asing Itupun Ternyata Juga Ditangkapi

29 November 2013   06:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:33 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13856644131490831175

[caption id="attachment_305315" align="aligncenter" width="565" caption="(ilustrasiku dewek)"][/caption]

"What's going on? They put you all in jail too?" Tanyaku pada 3 dokter asing dari China, Rusia dan India yang meringkuk di sel tahanan terlebih dahulu. Ketiganyapun menjawab dan menceritakan masalahnya dengan bahasa Inggris ala kadarnya.

Ketiganya ditangkap seminggu, dua bulan dan setengah tahun yang lalu karena masalah yang sama, gagal menjelaskan kepada keluarga pasien tentang tindakan yang akan diberikan dan kebetulan hasil operasinya tidak sesuai harapan.

Si India, pasien yang dioperasi kakinya karena tabrakan akibat kebut-kebutan tidak bisa menyambung pembuluh darahnya yang putus sehingga perlu diamputasi dan cacat/buntung, keluarga awalnya menerima karena dinilai untuk menyelamatkan nyawa. Tetapi kemudian ada pihak yang memanas-manasi akhirnya keluarga yang lugu itu jadi menuntut akibat kurang jelas informasinya.

"Si dokter pakai bahasa India dicampur Inggris. Mana saya tahu."Kata bapak si pasien.

"Kan sudah dibantu penerjemah?"Kata si pengacara.

"Saya tetap tidak ngerti. Itu tanda tangan saya kasih saja tanpa jelas apa maksudnya."Kata si bapak.

Dan sialnya malah si penerjemah yang dianggap lalai menerjemahkan informasi ke si dokter ikutan dituntut dan dipenjara setengah dari masa hukuman si dokter.

Dokter dari Rusia juga mengoperasi pasien perdarahan akibat melahirkan anak ke enam. Perdarahan gagal dihentikan dan rahim si ibu terpaksa diangkat. Keluarga tidak terima rahim si ibu dibuang dan merasa tidak dijelaskan sebelumnya.

Si doter Rusia sudah berupaya menjelaskan dengan bahasa Inggris seadanya, bahkan menerjemahkannya pakai 'google translater'. Nah ternyata ada salah persepsi keluarga pasien dari terjemahan 'google' dengan yang dimaksud si dokter Rusia.

Kenapa 'google' tidak ikut-ikutan dituntut ya?

Si dokter China lebih sial lagi. Pasien wanita yang mendatanginya punya benjolan di payudara kiri dan si dokter meminta ijin memeriksa payudara kiri dan payudara kanan juga, karena bisa saja ada penjalaran tumor. Nah si pasien salah mengerti dan menganggap si dokter asusila karena meraba payu dara yang dia tidak keluhkan.

Aku sendiri ditangkap setelah buron 1 tahun lalu akibat kasus terlambat melakukan operasi terhadap seorang ibu dengan gawat janin, karena status asuransi si ibu tidak jelas. Suaminya bilang biaya melahirkan ditanggung, sementara pihak asuransi bilang tidak karena itu anak ketiga. Si bapak tetap ngotot tidak mau keluar uang sepeser pun dan menelepon pihak asuransi berkali-kali sambil ngamuk.

Setelah 8 jam berdebat dan menelepon sana-sini, akhirnya pihak asuransi mau menutupi biaya keseluruhan tindakan. Tetapi saat mau ke kamar operasi kondisi si ibu sudah sangat lemah dan diputuskan tidak usah dahulu dioperasi, perbaiki kondisi fisiknya dahulu, namun apa daya Tuhan mengambil nyawanya.

Suami korban menuntut karena menganggap aku kurang memberi informasi bahwa operasi harus dilakukan segera dan kalau terlambat akan menyebabkan kematian.

"Kalau dokter bisa menjelaskan kepada saya bahwa operasinya harus segera, saya pasti mau pakai biaya sendiri dahulu tanpa asuransi."Kata si suami sambil menangis.

Ya, sejak ada kasus dokter berhasil dipenjara karena kelalaian medis 3 tahun lalu, pihak aparat hukum sudah membentuk 'densus anti malpraktek'. Banyak dokter ditangkapi dan dipenjara kalau hasil pekerjaannya tidak memuaskan pasien dan kurang penjelasan.

Kenapa begitu geramnya aparat hukum dengan dokter sampai dibentuk 'densus anti malpraktek' ini? Entahlah. Namun kabar yang beredar memang banyak orang hukum yang sangat dendam dengan dokter karena selalu dikasih resep lebih mahal kalau berobat.

Dokter menanggapi kriminalisasi tersebut dengan melakukan mogok kerja beberapa kali dan ini membuat gerah semua pihak.

"Kita pakai dokter asing saja!"Kata tokoh politik garang 2,5 tahun yang lalu dan pemerintah pun kompak menurutinya .

Akhirnya dokter asing diijinkan praktek di negeri itu dengan bebas tanpa seleksi berbelit-belit. Dan semua dokter yang berminat pun berdatangan. Ada yang memang ingin kerja sosial 1-2 tahun di negeri ini, serta tidak memasang tarif mahal, tetapi ada juga yang memang mau kesini asal dibayar mahal.

Ternyata berdokter asing tidak semudah yang politikus kira. Dokter asing malah banyak minta alat-alat pemeriksaan canggih yang mahal dengan lengkap dan menyedot anggaran negara 3 kali lipat di bidang kesehatan dan terpaksa banyak biaya 'study banding' keluar negeri dan biaya perjalanan dinas yang dianggap akal-akalan dipangkas.

Namun kesulitan terbesar tetap pada komunikasi, karena rakyat banyak yang tidak bisa bahasa asing dan orang asing malas belajar bahasa daerah rakyat setempat.

Dan yang paling penting, masyarakat mulai keranjingan menuntut dokter dengan alasan kurang komunikasi serta 'densus anti malpraktek' yang ternyata juga mengincar dokter asing sekalipun. Anggaran densus anti malpraktek ini bahkan lebih besar daripada anggaran densus anti teroris dan densus anti korupsi.

"I just wanna go home.."Kata dokter India lunglai. Dia tinggal menjalani 3 bulan lagi masa penjaranya tetapi itu akan sangat berat, karena tiap hari ada saja penjahat di penjara itu yang membulying dia. Bahkan sebulan lalu dia pernah dirawat sebulan karena ada pembunuh yang menusuk pantatnya dengan sendok yang ditajamkan. Si pembunuh ini saat kecil pernah disuntik dokter lalu kejang-kejang, sejak itulah dia jadi lambat belajar di sekolah dan putus sekolah di 2 SMP lalu jadi preman dan akhirnya pembunuh.

Ternyata dokter asing pun bukan solusi, karena memang bukan masyarakat yang sakit tetapi negaranya pun sudah sakit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun