Maka jangan heran, kalau seorang jendral, kepala sekolah, atau profesor, dokter spesialis, malah bule-bule yang menikahi wanita Batak terlihat membagikan makanan, mencuci piring padahal yang dilayaninya hanya tukang parkir yang kebetulan di pesta itu menjadi 'hula-hulanya'.
Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Medan, peran 'parhobas' ini memang sudah mulai tergantikan oleh petugas katering profesional, namun tetap saja para 'boru' yang menjadi 'parhobas' mengawasi dan memantau pekerjaan mereka. Tetapi di kampung-kampung, pesta tidak akan sukses kalau tuan rumah tidak memiliki relawan 'parhobas' yang kompak.
Bahkan jika si tuan rumah pesta terkenal pelit atau tidak mau bergaul atau tidak perduli dengan adat tiba-tiba mau bikin pesta adat, maka bukan tidak mungkin para 'boru' yang seharusnya jadi relawan 'parhobas' tidak ada yang mau datang atau kalaupun datang kerjanya ogah-ogahan dan pesta jadi kacau balau.
Maka dari itu, setiap orang Batak harus siap jadi relawan 'parhobas' yang baik, supaya di suatu saat bilamana dia akan membuat pesta adat maka para 'borunya' akan menjadi 'parhobas' yang all out membantu demi kesuksesan pesta.
Mudah-mudahan apa yang ditabur, itulah yang akan dituai. Ya, enggak?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H