"Oh, masak hanya karena itu?"
[caption id="attachment_103475" align="alignleft" width="300" caption="from google"][/caption] "Kepala sekolah akan dimarahi atau malah diganti yayasannya atau kepala dinas kalau banyak yang gagal di wilayahnya. Kepala dinas pasti ditegur oleh bupati atau walikota, walikota dan bupati bisa ditegur oleh menteri, ya gitu deh!"
"Jadi apa pendapat ibu dengan penggunaan UN-Mach ini? Ada manfaatnya?" Tanya si wartawan senior lagi.
"Amazing! It's a miracle! Tuan Johan si pencipta mesin itu kami anggap malaikat. Dia melepaskan kami guru, murid dan kepala sekolah dari jeratan dosa yang tak termaafkan. Dosa mengotori hati murid dengan segala kecurangan dan kelicikan hanya demi kata lulus. Dengan mesin ini, semua jelas dan tidak bisa diatur secara kongkalikong. Yang bagus pasti bagus yang jelek pasti jelek. Sehingga semua tenaga dikerahkan memperbaiki yang buruk,bukan malah menutupi kotoran dengan bunga 7 warna.Masih bau itulah..." Bu Pur pun mengakhiri wawancaranya dengan bahagia.
Ya, terima kasihlah pada tuan Johan, seorang guru yang bisa elektronik tergerak hatinya mengembangkan mesin ujian nasional ini dengan menggunakan pendekatan mesin perekam gelombang otak EEG dan tehnologi telepati-hipnoterapi canggih.
Mesin ini diciptakannya karena prihatin pada dosa massal tahunan yang terjadi secara nasional akibat ujian yang secara filosofi seharusnya adalah bentuk pertanggungjawaban menjadi berubah menjadi ajang mark up nilai yang terstruktur dan terkoordinir.
Jika manusia tak lagi bisa dipercaya, memang harus mesinlah yang bicara. Payah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H