Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ujian Nasional Dengan Mesin, Saat Manusia Tak Dipercaya Lagi..

19 April 2011   12:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:38 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Oh, masak hanya karena itu?"

[caption id="attachment_103475" align="alignleft" width="300" caption="from google"][/caption] "Kepala sekolah akan dimarahi atau malah diganti yayasannya atau kepala dinas kalau banyak yang gagal di wilayahnya. Kepala dinas pasti ditegur oleh bupati atau walikota, walikota dan bupati bisa ditegur oleh menteri, ya gitu deh!"

"Jadi apa pendapat ibu dengan penggunaan UN-Mach ini? Ada manfaatnya?" Tanya si wartawan senior lagi.

"Amazing! It's a miracle! Tuan Johan si pencipta mesin itu kami anggap malaikat. Dia melepaskan kami guru, murid dan kepala sekolah dari jeratan dosa yang tak termaafkan. Dosa mengotori hati murid dengan segala kecurangan dan kelicikan hanya demi kata lulus. Dengan mesin ini, semua jelas dan tidak bisa diatur secara kongkalikong. Yang bagus pasti bagus yang jelek pasti jelek. Sehingga semua tenaga dikerahkan memperbaiki yang buruk,bukan malah menutupi kotoran dengan bunga 7 warna.Masih bau itulah..." Bu Pur pun mengakhiri wawancaranya dengan bahagia.

Ya, terima kasihlah pada tuan Johan, seorang guru yang bisa elektronik tergerak hatinya mengembangkan mesin ujian nasional ini dengan menggunakan pendekatan mesin perekam gelombang otak EEG dan tehnologi telepati-hipnoterapi canggih.

Mesin ini diciptakannya karena prihatin pada dosa massal tahunan yang terjadi secara nasional akibat ujian yang secara  filosofi seharusnya adalah bentuk pertanggungjawaban menjadi berubah menjadi ajang mark up nilai yang terstruktur dan terkoordinir.

Jika manusia tak lagi bisa dipercaya, memang harus mesinlah yang bicara. Payah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun