Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Beberapa Tips untuk Rumah Sakit Swasta Tipe C Sukses Menjalankan Program BPJS

3 Maret 2015   03:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:15 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_400637" align="aligncenter" width="600" caption="BPJS/KONTAN"][/caption]

BPJS kesehatan tidak bisa dihindari lagi, semua rumah sakit sepertinya 'harus' ikut kecuali ada bukti dan alasan yang kuat dari rumah sakit tersebut kalau mereka sudah 'fullbook' untuk pasien dari rekanan yang lain.

Untuk rumah sakit swasta tipe C, BPJS kesehatan merupakan sebuah peluang dan sekaligus tantangan yang besar, karena di satu sisi menjanjikan jumlah pasien yang 'membludak' karena dari puskesmas/dokter klinik umum hanya bisa merujuk ke RS tipe D atau C saja, tetapi di sisi lain akan dibayar hanya 'cukup' untuk penatalaksanaan yang layak untuk tipe rumah sakit tersebut.

Ini penting karena di rumah sakit swasta, investasi bangunan, peralatan, biaya operasional dan gaji pegawai bukan dari pemerintah, sehingga pembayaran BPJS yang biasanya hanya 'cocok' untuk rumah sakit pemerintah harus disiasati tanpa mengurangi misi sosial dan kemanusiaan semua rumah sakit.

Beberapa tips supaya rumah sakit tipe C swasta dapat bertahan dan malah berkembang dalam menjalankan program BPJS:

1. Pemilihan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP). Kebanyakan rumah sakit swasta tipe C biasanya hanya memiliki sedikit dokter spesialis tetap, banyak yang dari luar dan biasanya PNS dari rumah sakit tipe lebih tinggi (B atau A).

Ini menjadi sulit karena biasanya dokter yang PNS di rumah sakit tipe B/A, pola pikirnya selalu semua penyakit harus bisa diobati sampai tuntas, walaupun itu rumah sakit tipe C swasta. Bila di rumah sakit pemerintah tipe A, pengobatan dan pemeriksaan agak royal dan nanti dibayar lebih rendah, maka kerugian rumah sakit akan ditanggung oleh APBD/APBN, berbeda dengan rumah sakit swasta yang kerugian ditanggung oleh APBP (anggaran pendapatan dan belanja pemilik).

Maka komitmen dan pendisiplinan dokter pemberi pelayanan harus sangat diperhatikan.

2. Penambahan persyaratan di 'MoU' ('memorandum of understanding'), jangan sungkan-sungkan meminta berbagai tambahan persyaratan yang lebih menguntungkan rumah sakit, misalnya:

- Pembayaran jangan telat.

- Rumah sakit berhak menetapkan selisih biaya tertentu untuk keadaan tertentu.

-Bila ada perubahan peraturan BPJS secara nasional atau regional, beri waktu sosialisasi 1 bulan sebelumnya untuk menghindari gagal 'klaim' akibat peraturan yang berubah-ubah.

- Peraturan internal rumah sakit tidak boleh diintervensi oleh BPJS, misalnya tata tertib merujuk, pemilihan obat dan penentuan DPJP.

3. Rumah sakit tipe C di rumah sakit swasta seyogyanya hanya mengobati pasien level 1 dan 2, yang sifatnya sakit tunggal, bisa diobati dalam 3-5 hari, cukup 1 dokter dan pemeriksaannya laboratorium atau radiologis yang sederhana.

Kasus komplikasi level 3 sebaiknya dirujuk ke rumah sakit tipe lebih tinggi.

4. Di poliklinik rawat jalan, sebaiknya pasien hanya dilayani untuk kasus yang sederhana, obat-obatannya 1-4 jenis. Untuk kasus yang banyak keluhan, banyak pemeriksaan, berilah obat untuk 3 hari dan rujuk ke poliklinik RS lebih tinggi tipenya.

5. Operasi terencana (elektif), sebaiknya dipilih yang sesuai kemampuan rumah sakit dengan memperhatikan kendali mutu dan kendali biaya.

6. Pasien di UGD hanya melayani BPJS yang gawat dan darurat (serangan jantung), darurat tapi tidak gawat (tangan tersayat pisau), sementara pasien gawat tapi tidak darurat (kanker stadium 4 tapi tenang) atau malah tidak gawat dan tidak darurat (batuk pilek 1 hari) sebaiknya disuruh ke poliklinik esok harinya dengan meminta rujukan dulu ke puskesmas/klinik dokter umum. Bila terpaksa melayani pasien tidak gawat dan tidak darurat atau gawat tapi tidak darurat, buat kronologisnya kenapa tetap dilayani, misalnya karena berobatnya malam sekali, atau datang dari kota yang jauh atau pasien/keluarga mengancam dan sangat mengganggu karena ditolak merawat. Karena kalau alasannya tidak kuat, pasien tersebut 'klaim'nya tidak dibayar.

Untuk itu pemilihan dokter IGD yang cakap menentukan kriteria kegawatdaruratan dan sekaligus pandai berkomunikasi dengan pasien yang 'tidak perlu' berobat ke UGD, cukup ke puskesmas/dokter umum BPJS sangat diperlukan.

7. Perlunya dokter bagian 'coding' di rekam medis. Pembayaran BPJS ditentukan 'coding' diagnosis penyakit yang secara 'online' diberikan oleh BPJS dengan piranti tertentu sesuai tipe rumah sakit. banyak dokter yang merawat pasien mengisi diagnosis sekenanya karena mungkin waktunya terbatas dan sudah ditunggu di tempat lain. Misalnya dokter itu hanya membuat diagnosis HHD ('hipertensif heart disease', sakit jantung membesar karena hipertensi lama) dihargai hanya 3 juta, padahal pasien itu datang dengan sesak napas dan gagal jantung, sehingga diagnosisnya seharusnya HHD 'congestif' yang biasanya dihargai 8 juta.

Kalau rumah sakit menerima mentah-mentah diagnosis si dokter tanpa melihat diagnosis sebenarnya, maka rumah sakit akan rugi 5 juta per pasien. Jika ada dokter di rekam medis yang menelaah satu persatu kasus, maka bisa menyarankan dokter itu memperbaiki diagnosisnya dan dapat harga yang lebih sesuai untuk kasusnya.

Inti dari semua point di atas adalah, bagaimana menghindari pemborosan dengan tidak mengurangi mutu pelayanan dan bagaimana menghindari kerugian dari penagihan yang 'lebih imut' dari yang seharusnya.

Semoga bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun