"Enggak makan dua minggu?"Tanyaku penasaran.
"Bisanya cuma sedikit susu bersereal,dok. Itupun kalau kebanyakan muntah."Kata anak si nenek usia 70 tahunan yang menjaga.
Si nenek hanya tertidur lemas sambil memegang tanganku saat diajak salaman, tidak bisa ngomong lagi.
"Wah ini 'dehidrasi low intake', perlu energi dari infus."Kataku dan keluarga setuju agak 'extra' pengeluaran obat-obatan anti mual dan untuk cairan asam amino dan protein lainnya.
Namun anehnya si nenek masih mual-mual dan muntah, cuma agak lebih segar dan elastisitas kulitnya mulai kencang.
"Kita konsultasikan ke dokter spesialis syaraf ya bu. Sepertinya ada masalah lain selain asam lambung."Kataku.
Setelah dikonsulkan, dokter syaraf menyimpulkan ada kelainan 'demensia' atau bahasa awamnya pikun dan mungkin diduga ada psikosomatis, kelainan anatomis yang terjadi karena gangguan pikiran. Setelah diberikan obat-obatan untuk pikun dan penenang ringan si nenek pun mulai mau makan dan bercerita.
"Cucu kesayangan saya baru ngidam pak dokter. Dia saya lihat muntah-muntah dan tidak mau makan, saya jadi kepikiran dan ikut-ikutan ngidam. Sesudah saya lemas begini, baru dia mau makan."Katanya dengan semangat.
Nah, ini kasus lumayan unik tetapi dapat dijadikan pelajaran bagi kita-kita yang punya orang tua mulai demensia atau pikun. Jangan sekali-sekali masalah kita terlihat di depan mereka, mereka mungkin akan sangat terpengaruh melihatnya.
Bisa-bisa kita yang sakit pengaruhnya hanya sementara, namun si nenek malah sakitnya lebih terasa dan malah perlu diopname sehingga perlu pengeluaran anggaran 'extra'.
Karena para geriatri yang sudah mengalami pikun, sifat-sifatnya sudah balik ke bayi lagi, sangat perasa dan mudah sakit di hati lari ke sakit fisik.