"Oh, kalau dari saya sih ibu sudah kondisinya perbaikan dan bisa istirahat di rumah, tetapi kalau mau tetap di rumah sakit ini pakai BPJS tanya perawatnya."Kataku pada si pasien yang sudah 4 hari dirawat karena sakit serangan asma tetapi sudah terkontrol.
"Iya, lebih nyaman istirahat di rumah sakit,dok daripada di rumah."Katanya lagi.
Lalu saya buat di status pasiennya: Keadaan umum stabil, suara mengi hilang, kesannya asma tenang dan boleh pulang.
Lalu perawat bangsal pun menjelaskan kepada pasien BPJS itu kalau rumah sakit hanya melayani sampai saat pasien dalam perawatan, kalau sudah diperbolehkan pulang oleh dokter dan pasien masih mau menunda rawat beberapa hari, maka dianggap pasien umum dan harus bayar uang kamar bak hotel.
Si pasien sempat keberatan dan mau ajak ribut, tetapi saya menjelaskan memang rumah sakit hanya untuk merawat pasien yang masih perlu perawatan dan mengancam jiwa, bukan untuk tempat si pasien sampai sembuh, apalagi pasien asma memang tidak bisa sembuh.
Akhirnya si pasien mengalah dan karena tidak mau membayar kamar, akhirnya pulang.
Ini memang saat paling susah untuk pasien BPJS, terkadang tidak mau pulang dan banyak keluhannya setiap mau dipulangkan.
Tinggal si dokter mau menegaskan di status pasien bahwa kondisinya sudah stabil dan boleh pulang, maka selanjutnya si pasien tidak berhak dirawat pakai BPJS lagi.Mendengar harus bayar, mereka akhirnya memutuskan pulang.
Maka itu, setiap rumah sakit yang mau melayani BPJS harus punya aturan baku tentang indikasi dirawat, indikasi dirujuk dan indikasi pulang, supaya tidak terjadi debat kusir dengan pasien yang menganggap rumah sakit sama dengan hotel gratis tempat memulihkan stamina setelah sakit.
Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H