"Tekanan darahnya bagus, pak. Cukup istirahat, ya?"Tanyaku pada bapak-bapak 40 tahun akhir yang sudah setahun rutin berobat dengan darah tinggi.
"Iya, dok. Bulan puasa. Jadi banyak istirahat dan pekerjaan di kantor juga berkurang."Katanya.
"Berat badan juga lebih turun 3 kilo."Kataku.
"Iya, dok. Makannya juga sengaja dikurangi, seperti kata dokter mengurangi berat badan."
"Merokoknya berkurang juga?"Tanyaku.
"Ya, sedikit, dok. Biasanya 2 bungkus, karena puasa jadi 1 sampai 1,5 bungkus."Katanya semangat.
"Bapak merokoknya sesudah buka,kan?"Tanya saya.
"Iyalah dok."
"Berarti merokoknya tambah banyak, pak. Bapak kalau tidak puasa, selama 24 jam merokok 2 bungkus, saat puasa bapak selama 10 jam merokok 1-1,5 bungkus. Jadi lebih sering."Kataku.
Akhirnya saya beri motivasi kalau dia tahan tidak merokok selama 14 jam sejak sahur sampai buka puasa, seharusnya dia bisa meneruskan untuk tidak merokok sesudah buka puasa sampai sahur.Si bapak setuju dan berjanji mencobanya. Seminggu lagi saya akan tanyakan apakah berhasil.
Nah, sebenarnya bulan Ramadhan adalah saat yang tepat menghentikan merokok, dimana semua perokok 'harus' puasa menghisap rokok juga.
Tetapi yang mengherankan begitu buka puasa, perokok tidak meneruskan menghindari merokok yang berhasil mereka lakukan saat puasa, malah terkesan balas dendam mengepulkan asap sampai puas.
Nah, di sisa 2 minggu sebelum Idul Fitri ini semua perokok yang ingin berhenti, seharusnya menjadikan ibadah puasa sebagai momentum untuk berpuasa merokok seumur hidup tanpa mengharapkan adanya buka puasa merokok.
Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H