Oleh Johnson Dongoran
Dulu jarang kutemui gadis memakai kerudung
Kini sering kutemui di kampusku yang berlatarbelakang kristen
Bagiku kerudung bukan sesuatu yang asing dan tabu
karena ibuku – meski kristen – sering berkerudung
dan namboruku siampudan, yang menjadi muslim karena pernikahan,
juga sering memakai kerudung sebagai bagian dari pakaian sehari-hari
Dua hari ini di kota Brebes,
kutemui para gadis dan ibu-ibu yang berkerudung di pasar pagi,
kutemui murid-murid, para siswi dan ibu guru yang berkerudung,
kutemui hampir semua wanita PNS di Kantor Bupati berkerudung
Aku berbisik pada teman dan ingin tahu pendapatnya tentang hal ini
Malah ia balik bertanya padaku dengan suara sangat halus:
Apakah semua murid, siswi, ibu guru dan wanita PNS di sini muslim?
Ataukah keharusan bagi semua murid, siswi dan ibu guru di sekolah,
serta bagi semua wanita PNS di tempat kerja untuk memakai kerudung
tanpa memperhatikan latar agama mereka?
Kalau ini yang terjadi,
bukankah ini diskriminasi atau pemaksaaan?
Masih dengan suara sangat halus, ia melanjutkan:
“Di mana ada ketakutan, diskriminasi dan pemaksaan,
di situ tidak mungkin diperoleh kedamaian”
Kuperoleh informasi dari salah seorang murid dan salah seorang PNS
Bagi wanita muslim disarankan
untuk memakai kerudung di sekolah dan di tempat kerja,
dan bukan keharusan untuk memakainya
Setelah kuamati,
bahan, warna, bentuk dan corak serta cara memakai kerudung beraneka
Di mataku dan dalam pandanganku ternyata bagus juga
Kini,
kerudung merupakan salah satu moda pakaian wanita modern
di kotaku dan di negaraku
Ruang Rapat Bupati Kabupaten Brebes, 14 Oktober 2014 Jam 08:34
Catatan: namboru (Bahasa Batak) = saudara perempuan dari bapak kita
siampudan (Bahasa Batak) = anak bungsu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H