Selama aktifitas 'politik' masa mahasiswa, saya mulai jarang main ke, kecuali setiap lebaran. Setiap lebaran saya bersama 3 teman lainnya rutin berkunjung ke rumahnya Iko. Selain saat lebaran, paling saya sendiri main ke rumahnya 2 atau 3 kali, dan beberapa kali bertemu Pak Sapardi, Â tapi saya hampir tidak pernah cerita tentang aktifitas 'politik' di luar kampus. Kalau aktifitas di kampus, beberapa kali saya bercerita.
Setelah peristiwa 27 Juli 1996 sampai sampai awal masa berumah tangg awal tahun 200-an, bisa dibilang sangat jarang sekali berkunjung ke rumahnya bertemu Iko, karena waktu itu saya sedang sangat aktif di organisasi serikat pekerja/serikat buruh.
Tahun 2018 saya dua kali ke rumahnya Iko, barengan pergi kondangan ke teman SMP di depok. Yang pertama itulah saya bertemu dengan ibunya Iko untuk yang terakhir kalinya. Saat itu beliau keadaanya kurang sehat, tapi dia turun ke bawah, hanya untuk nertemu dan melihat saya.Â
Selama perjalanan bareng ke kondangan itu lah dia cerita-cerita tentang kondisi kesehatan ibunya yang memburuk, cerita sewaktunya bapaknya, Pak Sapardi menjadi dekan FSUI. Cerita bagaimana bapaknya tidak mau mempersulit, bahkan seringnya mendukung kegiatan mahasiswa FSUI waktu itu, termasuk ketika saat peristiwa reformasi tahun 1998.
Saat bareng ke kondangan tersebut sebenarnya saya ingin menanyakan langsung mengenai kebenaran rumor tak sedap mengenai hal pribadi Pak Sapardi, tapi urung saya utarakan, tidak enak hati.
"Kupersembahkan Puisi-Puisi Cintaku Untuknya"
Perempuan manis ini adalah adik kelasnya SDD saat kuliah di UGM, Yogyakarta. Mereka menikah tahun 1965, dan dikarunia seorang putri dan seorang putra. Ternyata walaupun ia adalah sumber inspirasi dari banyak puisi yang dibuat SDD, ia bukanlah pecinta sastra. Bakan tak pernah tertarik pada puisi.Â
Bukan lagi rahasia bahwa ia jarang sekali ikut dalam kegiatan suaminya, saat berkaitan dengan kepenulsan dan sastra. Hanya sekali ia pernah ikut saat penerimaan hadiah, itupun terpaksa, saat buku suaminya, "Sihir Hujan," dari Gabungan Persatuan Penulis Nasional di Malaysia tahun 1983. Terpaksa ikut hadir, karena pada dasarnya ia tak tertarik dengan sastra.
"Akhirnya Ketiganya Berkumpul Kembali"
Saya jarang bertemu Pak Sapardi, sejak beliau lebih sering tinggal di komplek perumahan dosen UI di Ciputat, ketimbang rumah nya yang di Depok. Walau beliau jarang tinggal di Depok, beliau masih mengingat saya sebagai sahabat putranya.
Kini ketiganya telah tiada. Kini bertiga mereka berkumpul kembali di surga. Dan di sanalah akhirnya "Sang kayu sempat mengatakan kata yang dulu tak sempat ia ucapkan kepada api yang menjadikannya abu."
Ibunya Iko meninggal pada 17 Februari 2019. Iko pergi selamanya pada 17 Februari 2020, tepat setahun berpulangnya ibundanya. Dan lima bulan kemudia , tepatnya tanggal 19 Juli 2020 ayahandanya pun menyusulnya. Namun kenangan persahabatan saya dengan putranya lah yang telah membawa saya mengenal sosok seorang penyair besar, Sapardi Djoko Damono, kan tetap terus tinggal dalam benak dan kalbu saya.
SELAMAT JALAN PAK SAPARDI DJOKO DAMONO (19 JULI 2020)
SELAMAT JALAN SAHABATKU, RIZKY 'IKO' HENRIKO DAMONO (17 FEBRUARI 2020)...
SELAMAT JALAN WARDININGSIH, IBUNYA IKO, ISTRI PAK SDD (17 FEBRUARI 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H