Mohon tunggu...
Mohamad Irvan Irfan
Mohamad Irvan Irfan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Aktifis Sosial

Sedang belajar jadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis Kaya yang Malang (Bagian 2)

25 April 2019   10:24 Diperbarui: 11 Desember 2019   23:19 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*Sebuah karya dari Rosa Ria, Almarhumah Adikku

Hari Sabtu tiba, semua anak memasuki ruang aula olahraga, lalu duduk di bangku masing-masing. Para guru duduk di belakang, karena tidak ingin mencampuri urusan anak-anak muridnya , kecuali diminta oleh para ketua murid, William dan Petra. Dan di depan telah tersedia meja panjang untuk para pengawas. Sedangkan para ketua murid mempunyai meja tersendiri.

Dua belas orang pengawas memasuki ruangan, dan duduk di kursinya masing-masing. Terakhir diikuti oleh dua orang ketua murid. Putri melihat Kenny Yuan diantara para pengawas. Ia sangat mengagumi Kenny Yuan, karena ia murah senyum, bibirnya merah, dan bola matanya coklat.

Semua pengawas masuk dengan wajah serius dan tegang. Menanti-nanti apa yang akan terjadi di dalam pertemuan.

Loanda dan Putri belum begitu mengerti apa arti pentingnya pertemuan mingguan ini.

Kenny Yuan mengambil kotak uang dari meja ketua murid, lalu mengedarkannya kepada semua anak. Ketika sampai kepada Loanda, ia tersenyum.

"Berapa yang harus kumasukkan ke dalam kotak, pengawas?"Loanda bingung.

Dengan cepat Kenny menjawab sambil tersenyum manis.

"Semua yang ada padamu."

Ia memang menyukai gadis cantik dari Belanda ini.

"Tetapi uangku banyak sekali," Loanda masih bingung.

"Sekolah ini cukup adil untuk memberikan uang akhir minggu secara merata," jelas Kenny

Akhirnya Loanda memasukkan semua uangnya yang ada padanya ke dalam kotak uang yang diedarkan oleh Kenny Yuan.

"Terima kasih," 

Kenny lalu melanjutkan bekeliling mengedarkan kotak uang tersebut. Setelah selesai  ia kembali ke depan  dan menaruh kembali kotak uang tersebut di meja ketua murid.

"Terima kasih Kenny Yuan! kata William.

" Sepertinya makin berat  kotaknya."

"Kenny tolong bagikan ke semua murid sebesar seupuh ribu rupiah," pinta Petra.

Ia membuka kotak uang itu, lalu memberikannya kepada Kenny. Dengan sigap Kenny memberikan uang sebesar sepuluh ribu rupiah kepada setiap anak murid secara merata, setelah itu kembali ke mejanya.

Para murid mulai ribut dengan bicaranya. William langsung mengtuk pal;u, semua terdiam. Ia lalu berdiri.

"Tampaknya di awal semester ini tidak banyak kejadian penting." 

"Ada pengaduan?" tanyanya.

Seorang gadis jangkung berdiri.

"Aku dan Cherry akan menanam bunga mawar merah, jadi kami minta uang tambahan sebesar duapuluh ribu rupiah," pinta Vince, si gadis jangkung.

Para pengawas berbisik-bisik, begitu juga para ketua murid. Mereka merundingkan permintaan tersebut.

Vince masih berdiri menunggu putusan.

"Begini Vince."

"Bukan kami tidak ingin memberi, tapi kau kan bisa patungan dengan Cherry, bukan?" Usul William

Namun Vince menepis usulan william.

"Tetapi uang kami tidak cukup, kami tak ingin uang kami habis." 

"Nanti kami tak bisa belanja apa-apa lagi." sanggah Vince

"Minggu ini uang di kotak memang sedang banyak."

"baiklah, permintaan kalian kami kabulkan,"  ujar William.

"Terima kasih William," balas Vince. Lalu ia berjalan ke depan mengambil uang yang ia butuhkan itu, dan kembali ke tempatnya semula.

"Ada yang Lain?" tanya Petra

"Tidak." jawab semua murid dengan kompak.

"Baiklah, dengan ini pertemuan ini selesai!" seru William sambil mengangkat palu dan mengetukannya ke meja,"tok."

Semua murid keluar dari aula olahraga, dengan suara yang ramai.

Kenny Yuan mengangkat kotak uang itu, lalu membawanya ke ruang guru dan menyimpannya di brankas tersendiri.

Sementara itu, di ruang bermain, nampak putri dan terdengar ia sedang membual pada teman-temannya, khususnya anak kelas tujuh.

Mereka tampak diam saja, dari perilaku tampak mereka tidak menyukai tingkah laku Putri yang sok anggun dan menjilat. Terutama sahabat-sahabat Loanda, mereka tidak sengang bila Putri menjelek-jelekkan Loanda.

Willy juga sedang ada di ruang bermain. Ia sedang membaca buku. Ia tak menghiraukan perkataan-perkataan putri.

"Aku heran mengapa Genta lebih memilih Loanda sebagai teman duet dalam bermusik." ujar Putri

"Padahal aku juga bisa bermain biola lebih bagus dari Loanda," Putri sengaja meninggikan volume suaranya.

Putri terus melanjutkan perkataanya," Kalian tahu tidak? Loanda itu suka sinis terhadap orang, apa lagi laki-laki."

"Dia itu penjilat," ujarnya setengah berteriak.

Willy Andre terusik dengan perkataan Putri. Ia memandangi Putri. Tingkah Putripun semakin menjadi jadi dengan cerita-ceritanya sewaktu di Paris, yang intinya menjelek-jelekkan saudari tirinya, Loanda.

"Loanda kan sebenarnya iri, karena aku lebih disayang kedua orangtuaku."

"Makanya dia membenci semua orang, dan juga dia orangnya kaku dan tak pandai bergaul  dengan murid-murid yang lain,"kata Putri sambil melirik ke arah Willy Andre.

Willy Andre mengerutkan keningnya. 

Putri malah tambah menjadi jadi.

"Entah mengapa Genta mau berduet dengannya."

"Kurasa Loanda memang teman yang cocok berduet dengan Genta!' seru Willy dengan lantang. Sontak semua yang hadir di ruangan menoleh memandanginya.

"Aku tidak percaya ia biasa memainkan biola begitu baik," tantang putri. Ia tak senang ada yang membela saudari tirinya itu.

Tiba-tiba Loanda memasuki ruang bermain. Semua langsung terdiam, termasuk Putri. Loanda menghempaskan dirinya di sebelah Willy. Willy mengelus-elus rambut Loanda yang panjang dan tebal

"Sudah latihan senamnya?" tanya willy dengan lembut

"Sudah."

"Aku lelah sekali hari ini Willy, kurasa aku mau tidur lebih cepat malam ini, sehabis makan malam, "keluh Loanda

Willy Andre tersenyum. Ia berjalan mendekati sebuah meja, lalu mengambilnya dan memberikannya kepada Loanda.

"Ini buku PR matematikamu, sudah ku kerjakan sisanya."

"Tadi aku dan Kenny sebenarnya akan main kartu disitu, kulihat sebuah buku tulis, lalu teringat olehku tadi siang kamu mengerjakannya di sini, tampaknya belum selesai, dan jawabanmu banyak yang salah," ujar Willy menjelaskan.

"Terima kasih Willy."

"Dimana Kenny ?" tanya Loanda

Belum sempat Willy menjawab, seorang pria jangkung berkulit putih masuk.

"Halo Kenny!" sapa putri dengan tutur kata yang dibuat-buat untuk menarik perhatian Kenny. Tetapi Kenny malah mendekati Loanda.

Dengan pipi memerah karena tersipu, ia tersenyum kepada Loanda. Loanda dan Willy memandanginya sambil mmebalas senyumnya.

Tak lama kemudian, mereka asyik terlibat dalam canda dan tawa. Sedangkan Putri melihat keakraban mereka , diam saja. Ia tak senang Loanda akarab dengan Kenny Yuan, oang yang dia kagumi. Putri merapatkan bibirnya. Loanda tak tahu kalau saudari tirinya membencinya.

"Semoga kamu minggu depan terpilih untuk bertanding Loanda."

"Teruslah berlatih, aku dan sahabat-sahabatmu akan mendukungmu," ucap Kenny memberi semangat kepada Loanda.

"Terima kasih atas dukungan kalian."

"Tapi kudengar para pesenam dari kota tetangga kita lebih kuat dari sekolah kita."

"Aku tak begitu yakin apakah aku bisa menandingi mereka nanti," ujar Loanda dengan nada ragu.

"Jangan minder dulu."

"Berlatihlah terus gerakan-gerakan yang telah kamu pelajari," saran Willy.

"Aku membawa buku senam yang terbaru, gerakannya mungkin agak sulit bagimu, api cobalah."

"Mungkin dengan mempelajari buku ini setiap hari, kamu bisa menang nanti, terimalah,"tutur  Kenny sambil menyerahkan buku tersebut.

Loanda menerimanya dan membuka-buka buku itu, lalu menutupnya kembali.

"Aku sedang lelah hari ini, habis latihan senam tadi, nanti kulihat-lihat di kamarku," ujar Loanda. 

Bel makan malam berbunyi dan mengakhiri perbincangan mereka. Mereka dan semua anak-anak murid lainnya bergegas memasuki aula makan. Namun tampaknya Loanda kehilangan nafsu makannya. Kelelahan membuatnya menjadi mengantuk sekali.

"Kalau tidak mau makan,nanti kamu tidak bisa tidur karena kelaparan, ayo makan," tegur Willy.

Mau tak mau Loanda terpaksa menghabiskan juga makannnya. Kenny mengacungkan jempolnya ke arah Loanda sambil senyum-senyum senang. Willy pun bersiul nyaring.

"akan aku tanya kepada Pak Johnson, apakah aku boleh tidur cepat,"

Loanda menemui Pak Johnson di ruangannya, untuk ijin tidur lebih sore. Ternyata Loanda diijinkan, karena Loanda memang terlihat kelelahan.

Jam sembilan malam bel berbunyi, tanda waktunya tidur tiba. Semua membereskan tempat makanannya, lalu beramai ramai menaiki tanggi asrama dan masuk ke kamarnya masing-masing.

*Bersambung..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun