Mohon tunggu...
Poppy Yulia Firnanda Putri
Poppy Yulia Firnanda Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi D3 Keperawatan Fakultas Vokasi Universitas Airlangga

NIM 152111913010

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Culture Shock Jadi Anak Rantau

12 Juli 2022   21:13 Diperbarui: 22 Februari 2023   04:24 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi teman baru di kampus. (Dok. Pixaby/Prostock-Studio via kompas.com)

Setiap insan tidak terlepas dari kebutuhan pendidikan, baik itu menempuh pendidikan yang dekat dari rumah maupun yang jauh. Menjadi anak rantau untuk menempuh pendidikan bagi saya itu adalah hal yang istimewa. 

Berbicara mengenai rantau, dalam kesempatan kali ini saya akan berbagi pengalaman dan bercerita tentang betapa culture shock nya saya menjadi anak rantau.

Saya tinggal di Kabupaten Nganjuk dan berkuliah di Kota Gresik. Saya merupakan lulusan dari basic kesehatan. Saat ini saya sedang menempuh pendidikan di D3 Keperawatan, Fakultas Vokasi, Universitas Airlangga. 

Ini merupakan kampus impian saya dari waktu SMK dulu, dan masuk UNAIR adalah kebanggaan tersendiri dari saya. Terlebih pada seleksi SNM dan SBM saya telah gagal, dan mungkin inilah jalan yang diberikan Allah kepadaku.

Masuk pada topik, saya sudah diterima di UNAIR yang bertempat di Gresik. Saya akhirnya menjadi anak kost dikarenakan perkuliahan sudah mulai offline. Sehingga, culture shock yang pernah saya alami lumayan banyak.

Hal pertama, jarak yang saya tempuh dari rumah sampai kampus sekitar 4-5 jam dengan menggunakan kendaraan umum. 

Hal itu membuat saya kaget, apalagi perlu transit bus dari terminal Bungurasih sampai Gresik. Transit yang sangat lama, hampir memakan waktu 1 jam membuat saya sangat tidak nyaman.

Hal kedua, berkaitan dengan biaya hidup. Perlu diketahui UMK Gresik dengan Nganjuk sangatlah berbeda jauh. 

Makanan yang berada di Gresik menurut saya sangat mahal, inilah yang membuat saya shock, terdapat juga beberapa objek selain makanan. Perbandingan yang terlalu jauh membuat saya harus menghemat dan menerima keadaan.

Hal ketiga, berkaitan dengan makanan. Menurut saya, selain harga yang mahal, rasanya pun juga berbeda. Memang semua orang punya selera rasa yang berbeda-beda.

Hal keempat, tentang air yang ada disana. Dikost tempat saya airnya biasa seperti sumur di rumah saya. Namun, ternyata terdapat perbedaan-perbedaan air tiap rumah. 

Saya pernah kaget waktu riset door to door ke rumah warga yang ada di pedesaan, dimana mereka memakai air untuk mandi yang berasal dari tambak. 

Mungkin maksud dari tambak tersebut bukan tambak ikan, melainkan seperti waduk buat menampung air yang disalurkan ke beberapa rumah. 

Dan saat saya dirumah teman saya air yang digunakan juga berbeda, berbau sangat khas. Namun, untuk masyarakat pedesaan masak dan minum membeli air dari PDAM.

Hal kelima, bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari. Sebagai anak rantau, tentu saja saya harus berhemat, apalagi makanan dan bahan apapun yang ada disana termasuk mahal menurut saya. 

Untuk menghemat hal tersebut, saya terkadang membeli bahan makanan untuk dimasak sendiri di pasar. 

***

Akan tetapi, pasar yang ada disana sangat kecil dan bukan pasar besar, hanya ada beberapa penjual saja. Untuk bahan makanan saya biasa membeli di pasar dengan harga yang menurut saya lebih mahal dari daerah saya. 

Selain bahan makanan, bahan kebutuhan sehari-hari seperti shampo, sabun, dll di sana juga berbeda jauh. Hal ini membuat saya dan sebagian teman-teman saya memilih untuk membawa kebutuhan tersebut dari rumah.

Bagaimana kok bisa bawa dari rumah? Jadi, sewaktu pulang ke rumah di waktu ada libur dan kembali ke kost membawa bahan apapun yang habis. Hal ini guna untuk meminimalisir pengeluaran yang tidak terduga.

Itu semua merupakan culture shock saya menjadi anak rantau. Mungkin masih banyak lagi, tapi saya lebih menekankan ke hal tersebut. 

Anak yang hidup di pedesaan dengan bahan-bahan makanan yang murah, kemudian merantau di tempat yang menurut saya harga apapun mahal merupakan sebuah culture shock.

Pada tulisan ini, saya tidak bermaksud menjelekkan kota yang saya tulis. Namun, ini bisa menjadi tambahan wawasan bagi kalian yang mau merantau. Untuk itu, harus persiapkan diri dan lainnya. 

Terakhir, saya meminta maaf jika terdapat kata yang menyinggung pihak manapun. Ini adalah cerita pengalaman saya menjadi anak rantau. Terima kasih dan salam sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun