Jadilah Umi untuk anak-anakku, jaga dan bahagiakan kami, juga dirimu. Sebuah kalimat manis itu pernah terucap oleh bibirmu, dan sampai saat inipun, itu terus terngiang di benakku.Â
Dalam balutan bentuk keluarga, aku kembali belajar kata cinta. Bukan hanya pada pria yang namanya terpatri di dalam jiwa, tetapi juga pada keluarganya dan anak-anak buah cinta kita berdua.
Terkadang, ada kekosongan yang menghadang. Hadirkan hujan dalam mendung, dan hadirkan gamang pada hubungan yang mungkin campung. Tenang, sayang. Kata itupun kembali hadir menenangkan. Menguatkan serat-serat benang, sebagai tempat berpegang.Â
Lakuna kembali terisi, setelah ia jauh menepi dan kita berusaha tuk terus arungi. Bersama, pautkan sanubari, hancurkan rasa sepi demi raih sebuah mahligai.Â
Masa pengantin baru t’lah berlalu, tinggal usaha mempertahankannya agar tetap dahayu. Bukan hubungan yang terlihat kilau, tetapi menyimpan dera di dasar kalbu.
Sadar. Aku coba memahami lawang cinta yang kala waktu berlalu, ia terasa berbeda. Layaknya es krim, dingin tetapi manis, dan seiring masa menelan waktu, ia akan meleleh seperti lepas dari belenggu.Â
Kita perlu membekukannya kembali, agar dapat terus berdiri. Baluri dengan adorasi, bukan badui, agar tetap indah bak baiduri.
Mari, kita bentuk hubungan penuh nirmala, maka, niscaya ‘kan raih nirwana, baik dalam buana maupun alam baka. Itu balasku padamu, cinta.Â
Jumat, 01 April 2022
Lazuardi_Zu
CATTKAKI
Mahligai:Â
Dahayu: cantik, molek, elok
Lawang: pintu
Adorasi: pengorbanan
Badui: penjara/kurungan
Baiduri: batu permata berwarna
Nirmala: tidak bernoda, bersih, suci
Nirwana: surga
Campung: penggal/putus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H