"Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah (bi-idznillahi, bersama dengan idzin Allah, ini artinya jar majrur dan sebagai ism makrifat bermakna kemutlakan atas adanya Utusan, karena Allah tidak menampak dipermukaan bumi-Nya maka membuat Wakil di muka bumi); dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya”.
Saya melanjutkan, “Demikian pula Allah berfirman tersebut didalam QS. Al A'raaf 205, “ingatlah pada Tuhanmu didalam “anfusmu” dengan merendahkan diri dan rasa takut (rendah hati, santun, hati-hati dan waspada terhadap menyusupnya nafsu ego keakuan, merasa lebih dari yang lain), dan dengan tidak mengeraskan suara (ingatnya Diri Tuhan berada didalam hati), diwaktu pagi dan petang (setiap saat dan setiap waktu, tanpa jeda), dan janganlah kamu menjadi orang-orang yang lalai dan lupa (mengaku dan merasa islam dan merasa iman namun dalam perilaku bagai orang-orang yang tidak beriman)”
Kemudian saya diam, menunggu respon balik mereka. Namun semuanya terdiam, kembali saya melanjutkan perkataan, ”pangapunten-pangapunten....., mas dan bapak.... mohon maaf, tadi mas-mas dan bapak-bapak sudah banyak yang telah disampaikan kepada kedua bapak ini, yang notabenenya mereka berdua adalah tamu saya,... kemudian juga telah disampaikan “untuk menegakkan syareat islam”.
Saya melanjutkan, “di dalam al-Qur’an “menegakkan” tersebutkan sebagai “al-aqamuddin walaa tatafarraquu” tegaknya addiin (agama) adalah tidak terpecah belah”, bagaimana kalau ada seseorang yang memiliki pandangan berbeda mengenai bid’ah, apa yang sesungguhnya ditambah-tambah, apa yang sesungguhnya dikurangi. Cara pandang ini insyaAllah tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits, memang penafsiran sendiri ada beberapa methode dan cara, yang juga akan mengakibatkan berbeda. Contoh beberapa waktu yang lalu terjadi saling menyesat-nyesatkan, ramai konflik horizontal, antar golongan dan antar kelompok lain yang tidak sekeyakinan atau segolongan, bukankah didalam Al-Qur’an kalimat tersesat atau dzolim, buta, bagai binatang ternak bahkan lebih sesat jalannya, kafir, munafik, fasik sudah tertera dengan gamblang. Dan sikap apa yang mesti kita ambil juga sudah jelas diterangkan didalam Al-Qur’an, kemudian kita menambah perbendaharaan kata “si A atau si B atau kelompok A atau kelompok B adalah sesat. si A atau si B atau kelompok A atau kelompok B tidak tersebut didalam Al-Qur’an. Tidakkah ini berarti kita telah menambah-nambah”................
Pangapunten-pangapunten....... mohon maaf semuanya, ini dulu ceritanya,.... disambung lain waktu. Lagi pula supaya tidak kepanjangan.......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H