STUDY KASUS.
Maka menjadi wajar saat yang diperhatikan adalah hanya pada ranah sisi lahiriyah, keadaan masyarakat bangsa kita, pendidikan bangsa kita, pemerintahan bangsa kita, pejabat-pejabat bangsa kita, terjadi “dekadensi” di semua sektor di semua tingkatan berakibat seperti sekarang ini. Semua terpuruk, sudah saatnya ditampakkan kesalahan-kesalahan orientasi berdunianya oleh Tuhan. Semakin terpuruknya moralitas, semakin maraknya koruptor, walau telah ditekan sedemikian rupa, bahkan terjadi kerusuhan, pengrusakan, pembunuhan (dan sayang semuanya diatas namakan sebagai perilaku agama) karena didalam hatinya yang dicintai, yang diingat-ingat adalah uang dan jabatan maka akal-pikirannya, organ tubuh dan pancaindranya digunakan untuk memperoleh atas apa yang telah ditetapkan didalam hati sanubarinya, dengan segala cara dan strategi. Menjadi wajar, karena perilaku yang hanya berorientasi kepada material dan sekuler.
Di bidang pendidikan misalnya, kualitas pendidikan pada tingkat satuan pendidikan diukur dengan standar “pembanding” dengan satuan pendidikan yang lainnya, baik, yang didalam negeri atau yang diluar negeri. Pendidikan akan dinilai telah memiliki “kualitas” yang baik dan maju tergantung pemenuhan pada standar “pembanding”. Jika telah bisa mendekati seperti sekolah yang divavoritkan; fasilitasnya, sarana-prasarananya, kelulusan siswa-siswinya, jumlah piala dan penghargaannya, kemegahannya. Sepertinya memberikan gambaran bahwa jika seseorang itu berkeluarga maka ukuran standar kesuksesan, kualitas suksesnya diukur dengan tetangga sebelahnya, tetangganya beli motor, maka supaya kualitas harus beli montor, tetangganya beli mobil maka, supaya meningkat kualitasnya dan minimal harus sama dengan tetangganya maka ikut beli mobil. Sepertinya memberikan data bahwa jika kamu bisa mengalahkan orang lain, semakin banyak yang bisa dikalahkan, semakin banyak yang bisa dihancurkan, semakin banyak yang bisa kamu singkirkan maka itulah namanya kamu sukses.
Perilaku perwatakan kita selama ini telah dibentuk dibangun dan dikembangkan sedemikian rupa sejak kita pada tingkat sekolah dasar, diajak melakukan persaingan kalah menang “semata-mata”, diiming-iming dengan “janji-janji” bahkan pun dalam agama. Dan sekali lagi ini semua menjadi wajar, karena orientasi hati hewan hati sanubari.
Dan yang tidak wajar adalah jika di dalam diri kita tidak tergerak untuk mencari kebenarannya, kebenaran niat, kebenaran tujuan yang akan membangun orientasi visi dan misi serta tujuan kita hidup, kebenaran hidup, dari mana kehidupan kita, untuk apa kita dihidupkan, kemana arah kehidupan kita, yang tidak wajar adalah kita tidak berusaha untuk belajar lebih untuk bagaimana kita mengenali esensi “diri” kita. Yang lahir yang mana dan bagaimana dan yang batin dimana, apanya dan bagaimana.
Tulisan ini dimaksudkan untuk penulis gunakan belajar dan menyelami bahwa penulis menyadari kelemahan dan kekurangan serta dosa-dosa sebagai hamba, yang mencoba berbagi dan bisa juga saling berbagi. Semoga bermanfaat.
Da’a tanjung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H