Mohon tunggu...
Mohamad Sholeh
Mohamad Sholeh Mohon Tunggu... -

Saya adalah seorang pekerja sosial lanjut usia di PONDOK LANSIA BERDIKARI sholehsja@gmail.com/Hp. 081317977984

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bahaya Lansia yang Hobinya Mengeluh, Dampak dan Cara Mengatasinya

26 Mei 2014   19:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:05 6659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_338474" align="aligncenter" width="336" caption="Foto: Pondok Lansia Berdikari: Susah berjalan, pegel semua rasanya. Oma Susi (82), menempel salon di kakinya untuk mengurangi sakit. "][/caption]

HATI-HATI ­dengan kebiasaan terlalu sering mengeluh!! Menurut beberapa sumber penelitian, hal ini dapat mengganggu kesehatan. Terlebih-lebih bagi kalangan lansia. Mengeluh merupakan simbol ungkapan perasaan, bisa juga berupa pernyataan, tindakan atau tulisan yang menggambarkan jika seseorang itu dalam kondisi ketikpuasan diri, kesakitan, benci, emosi atau sial (apes) yang umumnya disebabkan suatu masalah dimana masalah itu seolah-olah tak berkesudahan terjadi menerpa dirinya. Sementara yang dimaksud lansia adalah masa dimana manusia dihadapkan dengan masalah terus berkurangnya kemampuan fisik dan rohaninya lantaran penuaan. Lansia juga disebut sebagai masa-masa sulitnya perjalanan hidup manusia lantaran rentan sekali terserang penyakit/mudah sakit.

Kemudian, yang menjadi pertanyaan adalah meski tak semua lansia seperti itu, mengapa lansia memiliki kecenderungan suka mengeluh, cara mengatasi dan imbas bagi yang merawatnya seperti apa? Padahal, masa tua itu adalah suatu kepastian yang akan terjadi jika seseorang ditakdirkan berumur panjang. Apakah mereka (lansia) sekarang lupa atau bahwa memang bawaan karakternya dari muda memang seperti itu? Dalam artikel singkat ini saya akan coba bahas.

Trevor Blake, penulis buku “Three Simple Steps” sebagaimana dikutip dari Inc.com, Minggu, 26/8/2012, di kutip dalam Andri Supriyadi, 8/12/2013, mengatakan, selain termasuk dalam perilaku yang tidak sukai banyak orang, sering mengeluh dapat mengakibatkan kinerja otak mengalami penurunan (bodoh). Dari hasil penelitian tersebut, dapat dibayangkan jika yang mengeluh adalah para lansia. Ddampaknya tentu akan menambah semakit cepat proses penurunan otaknya sehingga semakin memperparah pikun.Selanjutnya, terlalu lama mendengarkan orang yang mengeluh itu juga tidak baik bagi kesehatan. Dijelaskan dalam penelitian tersebut ternyata juga dapat mengganggu sel saraf yang bernama hippocampusmengalami masalah. Padahal saraf ini berfungsi sangat fital sebagai penyelesai/pengurai masalah. Tidak hanya itu, di dalam buku tersebut juga dipaparkan tentang bahaya jika orang mengalami masalah, kemudian tidak dapat menyelesaikannya, kemudian ditimpa dengan perilaku terus-menerus mengeluh. Dijelaskan bahwa orang yang demikian memiliki kecenderungan akan mengikuti pikiran negatifnya. Jika sudah demikian, apabila ada orang lain mencoba memberikan solusi membantunya dengan niatan menolong, hasilnya pun juga beda, orang itu dapat dipastikan akan menjadi korban pelampiasan keluhannya dan cenderung enggan diberikan kesempatan waktu memberikan bantuan solusi.

Dari hasil penelitian Trevor Blake apabila dikaitkan dengan lansia dapat disimpulkan bahwa betapa bahayanya jika ‘keluh’ terus mengganggu lansia. Jangan heran jika anda sering menemukan, atau mendengar lansia itu memiliki sifat keras kepala, terkadang temperamen dan cenderung menuruti kemamauannya sendiri dan memiliki sensitifitas yang sangat pekat. Hal ini dikarenakan kebiasaan mengeluh yang terus dia pertahankan dan kemungkinan besar dia juga mengalami masalah yang tidak dapat dia selesaikan dikarenakan kemamampuan fisik dan rohaninya yang terus mengalami penurunan. Alhasil, sebagaimana dituliskan Trevor di atas, cenderung mengikuti pikirannya yang negatif dan enggan mendengarkan oranglain.

Para Ilmuwan di Friedrich Schiller University Jena, Jerman dalam Times of India, Senin (5/4/2010), dalam http://techno.okezone.com, 5/4/2010, terungkap bahwa mengucapkan kata-kata ungkapan rasa sakit (mengeluh) akan memicu reaksi pada bagian otak yang menangani rasa nyeri. Dilansir Times of India, Senin (5/4/2010), meski tidak ada respons fisik secara langsung, para peneliti menduga bahwa mendengar kata-kata negatif sebelum mengalami rasa sakit, potensial memperburuk sensasi rasa sakit yang diderita. Lebih lanjut, Prof. Thomas Weiss, selaku memimpin studi ini menyebutkan bahwa temuan timnya memperlihatkan bahwa ‘kata’ itu sendiri memiliki kemampuan mengaktifkan matriks rasa sakit di otak. Lebih lanjut, setelah memindai otak 16 partisipan dengan pemindai fungsional Magnetic Resonance Imaging (fMRI), Weiss dan timnya menemukan kesimpulan bahwa otak bereaksi ketika partisipan mengucapkan kalimat bernada emosi negatif atau positif.

Sementara itu, berdasarkan riset sederhana yang kami lakukan di Pondok Lansia Berdikari, BSD Griya Loka Sektor 1.6, Jl. Kubis Blok A3/10, umumnya, (1) semakin banyak/berat terbatasnya, semakin intens mengeluhnya. Kemudian, (2) mereka yang lumpuh, dan kondisinya hanya terbaring diranjang dan kursi roda jauh lebih sering mengeluh dibandingkan mereka yang tua namun masih bisa jalan atau ke kamar mandi sendiri secara mandiri atau tanpa bantuan orang lain yang merawatnya. Hasil kajian lanjut, juga (3) tak jarang pula dari mereka (orang yang merawat) terpancing emosinya lantaran intensnya keluhan dari lansia. Nah, inilah sekaligus sebagai jawaban budaya kita, jika keluh itu juga dianggap sebagai penyakit, yakni bermula dari keluhat lansia, kini menular pada orang merawatnya juga (4) ikut-ikutan mengeluh yang lahir dari sikap kesal terhadap lansia.

Berikut adalah pengamatan sederhana yang kami lakukan dalam menganalisa penyebab dominan lansia mengeluh:

TERUS MENURUNNYA TINGKAT KECERDASAN LANSIA

Salah satu akar masalah yang harus kita waspadai agar lansia tetap sehat, berguna dan mandiri adalah terus menjaga agar tingkat kecerdasan lansia tidak mengalami penurunan. Meski tak 100% bisa, setidaknya usaha tersebut sebatas menghambatnya. Apakah pentingnya? Kecerdasan itu berpengaruh terhadap pertimbangan-pertimbangan perbuatan yang akan dilakukan lansia. Di kala belum memasuki lansia, dia mampu mempertimbangkan baik-baik jika ‘keluh’ itu dianggap tidak baik. Lantaran kini sudah lansia, pertimbangan itu terus mengalami penurunan dan akhirnya sedikit-sedikit mengaluh dianggapnya wajar saja. Apalagi rentan sakit-sakitan, semakin kuat pula dorongannya.

Cara yang paling efektif untuk mencegahnya berdasarkan treatment sederhana yang kami lakukan di Pondok Lansia adalah dengan memberinya (1) kesibukan. Kesibukan bisa berupa keterampilan, atau senam atau sejenisnya. Hasilnya cukup memuaskan, tingkat keluh-nya terus mengalami penurunan setelah di Pondok kami jalankan programhref=' http://ragamkegiatanpondoklansiaberdikari.blogspot.com/2014/04/demi-sehat-lansia-pondok-berdikari-buat.html'>Kerajinan Kemoceng. Oma atau opa yang semula mengeluh badannya sakit semua lantaran kaku berdiam sendiri, kini mengaku lebih lentur karena banyak gerak dan tak lagi hanya berdiam diri.

Cara berikutnnya untuk mencegah penurunan fungsi kerja kecerdasannya adalah dengan (2) sentuhan rohani. Apakah pentingnya, setiap orang memiliki perasaan, perasaan kalem umumnya ada sebab perasaan tersebut mudah tersentuh. Hasil pengamatan sederhana kami, mereka yang suka mengeluh itu disebabkan model sebalikannya, yakni tidak mudah tersentuh. Kerohanian dari segi manfaaat adalah sebagai media yang berhubungan langsung dengan perasaan dan mampu mempengaruhi mental seseorang. Sementara, mental mengeluh itu disebabkan karena kurangnya sentuhan rohani. Setelah kami ujikan rohani ke lansia yang suka mengeluh, terlebih-lebih dengan perlakuan kerohanian secara mendalam (perbincangan prifat), lansia kembali sadar jika mengeluh itu tidak baik.

Catatan: Meskipun treatment kerohanian ini pengaruhnya acap kali tidak bisa bertahan lama menjadi pedoman lansia (karena faktor perilaku dari lansia yang gampang sekali berubah-ubah/cepat lupa). Kemudian, cara yang paling efektif agar terus tertanam di dalam benaknya adalah jika lansia kedapatan mengeluh kembali adalah dengan secara intens melakukan kegiatan kerohanian dengannya. Agar tidak jenuh, kerohanian kami lakukan minimal seminggu dua kali.

Terakhir (3) biarkan bakat alamiah lansia terus berkembang/dipertahankan. Segala sesuatu jika kita lakukan itu menyenangkan, maka tidak akan mucul rasa keluh. Demikian pula lansia, perawat/anak harus tahu benar kebiasaan apa saja yang disukai oleh orangtua (selama kegiatan itu tidak hingga menyita waktu dan lelahnya serta mengganggu kesehatannya). Semisal, hobinya jogging. Biarkanlah hobi itu terus ada pada dirinya, tugas kita hanyalah membatasi sewajarnya. Lansia senang, Anda pun tidak perlu stres dibuat pusing lantaran sifatnya yang suka mengeluh. Kalau pun dia mengeluh lantaran capek, dia akan menanggapinya dengan senyum. Beda halnya jika Anda memaksakan bukan yang mereka inginkan, tentunya akan lain. Bisa jadi, dia marah dan imbasnya kitalah yang direpotkan.

TERUS MENURUNNYA TINGKAT SEMANGAT LANSIA

Mungkin cara yang kami terapkan sebagaimana kami telah ujikan di Pondok Lansia dapat Anda terapkan pada orangtua Anda di rumah. Percaya atau tidak, penyebab malasnya lansia selain dia cepat lelah lantaran penurunan fisik hal itu disebabkan karena (1) sering makan terlalu kenyang. Nabi Muhamad SAW sebagaimana dalam keyakinan orang muslim mengatakan “makanlah ketika lapar dan berhentilah sebelum kenyang”. Ternyata memang benar adanya. Lansia yang kami treatment demikian, jauh dari malas. Kami selalu membiasakan lansia boleh makan hanya tepat pada waktunya. Larangan ini sifatnya hanya himbauan, dan tidak terlalu ketat kami lakukan. Meski demikian, hasilnya tetap maksimal. Mereka jadi jarang jika pagi tidur-tiduran, dan lebih asyik ngobrol bersama temannya dibandingkan hanya bolak-balik badan di atas ranjang menunggu jam makan.

Selain menjaga pola jam makannya, kami juga memperhatikan (2) makanan-makanan yang dapat menyebabkan timbulnya rasa malas pada lansia. Seperti makanan cepat saji, sebagaimana penelitian yang dilakukan sejumlah peneliti Universitas California, Los Angeles, Amerika Serikat (UCLA) sebagaimana dilangsir dalam tempo.co, 10/4/2014. Makanan cepat saji atau yang biasa disebut junk food ternyata tidak hanya menjadi biang dari obesitas. Hasilnya juga luar biasa, tanpa mereka sadar, dua hingga enam orang yang semula pemalas, kini jauh lebih baik. Selain itu, (3) petugas juga menjauhkan makanan yang mengandung zat kimia cukup pekat, seperti mengurangi micin, kaldu, dan jenis-jenisan mie istant.

Terakhir, yang kami jaga dari lansia agar dia tetap semangat adalah (4) membiasakan/melarang lansia tiduran pada siang hari, terlebih-lebih pada pagi hari. Mengapa demikian? Dari pengamatan langsung ke sejumlah lansia yang ada di tempat kami, mayoritas mereka mengaku mengalami kesulitan tidur pada malam hari. Setelah kami kaji lebih jauh, hal itu disebabkan karena mereka telah melakukan tidur siang secara cukup. Padahal, lansia adalah orang yang terus mengalami penurunan fisik dalam hal ini adalah kenyamanan fisiknya. Terlalu lama berbaring di siang hari dan kemudian melanjutkan di malan hari, tentunya hal itu sangat tidak nyaman. Oleh karenanya, agar tidak mengeluh, kami mengingatkan dengan hati-hati agar lansia yang juga memiliki perasaan sensitif ini tidak tersinggung. Alhasil, saat malam datang, dan jam tidur tiba, panti kini jadi sunyi tidak keluhan susah tidur lagi. Satu hal lagi manfaatnya, lansia juga mengaku saat ini jika bangun tidur badannya jauh lebih segar dibandingkan sebelumnya saat tidur malam, dia melakukan tidur siang terlebih dahulu.

TERUS MENURUNNYA PERILAKU SABAR LANSIA

Paling kentara untuk mengetahui lansia hobinya mengeluh atau tidak dapat diketahui pada sub bahasan terus menurunnya rasa sabar pada lansia ini. Pepatah lama mengatakan “Maksud hati merangkul gunung, apalah daya tangan tak sampai”. Seperti contoh kasus pada lansia yang kini kondisinya lumpuh, kami semua mengerti jika keinginannya adalah dapat jalan kembali, ingin ke pasar belanja seperti muda dahulu, atau sekedar jalan-jalan di sekitar rumah. Namun memang kondisi berkata lain, dan hal yang mukin dia rasa sangat mudah ini menjadi sulit lantaran dia lumpuh. Hal ini yang membuat lansia terus mengeluh dan mengeluh dengan kondisi sakitnya. Tidak hanya itu, kondisi lainnya pun sama, seperti ingin makan semaunya, bila perlu daging sapi/ayam, namun gigi ompong. Maksud hati ingin bersepeda ria seperti di kala muda, namun apa daya, nafas sudah engos-engosan. Ini adalah kondisi sulit yang sukar diterima lansia. Apapun itu sulitnya, inilah tantangan kita jika menginginkan lansia bahagia dengan masa tuanya.

Solusi yang dapat kami tawarkan yang kami rasa berhasil ketika mengubah perilaku yang demikian adalah menanamkan (1) pentingnya menanamkan pola hidup sabar. Menyadarkan pentingnya memahami kondisi diri lansia, dan menyadarkan jika sudah terlalu lama fisik digunakan dan kini tinggal kemampuan menurunnya. Perlakuan (2) kerohonian melalui pengajian atau prifat juga terus intens dilakukan untuk memberikan kekuatan mentalnya. Mengapa demikian, yang paling sudah dikendalikan saat lansia mengeluh adalah penolakan kondisi tua karena resistensi tua dari dalam pikirannya. Hal ini yang menyebabkan lansia terkadang memancing emosi yang merawat lantaran dia memunculkan perilaku keras kepala. Tidak hanya menolak perilaku secara omongan, monolak tindakan pun tak jarang pula dilakukan. Seperti mogok makan, mogok minum dan akhirnya dia sakit. Ending-endingnya merepotkan kita yang merawatnya.

MUNCULNYA KETAKUTAN-KETAKUTAN TERHADAP SESUATU

Tahukan anda penyebab lain kerap mengeluh adalah disaat dia memasuki usia lansia, tiba-tiba mucul perasaan takut. Perasaan takut ini muncul lantaran ada celah yang berlubang yang lupa dia tutup saat memasuki masa tua. Celah inilah yang pada akhirnya memunculkan ketakutan-ketakutan pada dirinya. (Bahasan secera terperinci tentang bagaimana menutup celah tersebut dapat Anda baca pada tulisan saya sebelumnya href=' http://sosbud.kompasiana.com/2014/05/24/mengatasi-lansia-depresi-penakut-tak-bisa-ditinggal-walau-sebentar-659428.html'>Mengatasi Lansia Depresi

Sebagai orang yang berada disamping lansia, menghadapi orangtua yang demikian yang perlu kita tekankan padanya adalah rasa tegar (1) jika sudah lansia bukanlah akhir segalanya. Selemah-lemahnya lansia, misalkan dia takut tentang anak cucunya, kita dapat menyadarkan dia bahwa setidaknya masih dapat mendoakan mereka agar lebih baik. Pentingnya menanamkan padanya tentang (2) pentingnya regenerasi dan mempercayakan segala sesuatu pada yang muda. Mengapa demikian? Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan, sebagian besar lansia penakut, hal itu dikarenakan mereka belum dapat menganggap jika anaknya mampu meneruskan perjuangannya, anggapan anak belum mandiri, dan cemburu dengan anaknya kini lebih bahagia dengan pasangan hidupnya dibandingkan menemani dirinya yang serba terbatas kemampuannya dan anggapan merepotkan. Terakhir (3) dorongan secara rohani hukumnya wajib dengan fungsi yang sama yakni memberikan kesadaran pentinya memupuk rasa kekuatan mental menghadapi masa tua sebagaimana saya telah jelaskan di atas.

MINIMNYA SADAR TUA

Sesungguhnya mengamati lansia sungguh menarik, banyak hal yang dapat membuat kita tersenyum di sana. Apakah anda dapat membayangkan jika umur kita sudah menginjak 80 tahun namun masih memiliki keinginan menikah lagi. Sekarang mungkin anda dengan lantang akan menjawab ‘tidak’. Jika suatu saat nanti, mungkin akan berbeda. Jika pernikahan bagi kakek/nenek seusia itu sangat penting, tidak kata lain ketika melihat lawan jenis yang dinilai cocok selain mengeluh. Mengeluh ini tidak hanya di lisannya, namun juga di bantinnya.

Pentingnya menyadarkan adalah banyak sekali keinginan lansia tanpa didasari sadar tua, akan tetapi oleh lansia terus digelorakan dalam hati. Dampaknya tentu akan menyiksa si lansia itu sendiri. Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan, lansia yang masih menyimpan ambisi menggebu-gebu itu jauh lebih rentan sakit dibandingkan mereka yang biasa-biasa saja dalam menyimpan keinginan.

Kasus yang kami alami tidak hanya contoh ingin kawin di atas, kasus lain seperti keinginan ingin bertemu keluarga, khususnya anak ini pujn sama berdampak dapat memicu lansia rentan sakit. Gejala pasti demam, kemudian merambah ke sakit yang lain lantaran menahan rindu pada anak.

Berdasarkan pengalaman inilah, kami menekankan kepada kita semua untuk memperhatikan lansia dengan keinginan khusus ini untuk lebih intens di ajak berkomunikasi tentang pentingnya sadar tua. Mungkin mudah, jika kita pernah mengalami, Anda akan mengacungkan jempol pada kami.

Demikian artikel ini, semoga apa-apa yang disampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua. Kesimpulan akhirnya, setiap orang pasti tua jika mendapat anugerah panjang umur, menjaga lansia tetap sehat, berguna dan mandiri bukanlah perkara mudah, karena dibutuhkan kasabaran yang kuat disertai ikhlas. Tujuan menjaga ini tidak hanya untuk si lansia, namun untuk kita semua sebagai orang-orang yang mearawatnya agar tetap enjoi di sampinya.

****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun