Udara pagi masih dipenuhi embun ketika para siswa SMA Negeri Harapan mulai berkerumun di halaman sekolah. Di tengah suasana hiruk-pikuk, seorang siswi bernama Nayla berjalan sambil menatap layar ponselnya. Langkahnya perlahan, seperti sedang menunggu sesuatu yang lebih penting dari sekadar bel masuk.
Di layar ponselnya terpampang notifikasi pesan dari Daffa, teman sekelas yang akhir-akhir ini sering berbagi cerita dengannya. Hubungan mereka memang tak terlihat di permukaan namun di balik layar chat, percakapan mereka mengalir tanpa batas mulai dari soal pelajaran hingga hal-hal kecil yang hanya mereka berdua pahami.
Tapi pagi ini, pesan Daffa terasa berbeda. Ia menulis singkat, "Nayla, kita perlu bicara langsung nanti, ini penting." Pesan itu membuat Nayla tertegun, jantungnya berdebar, bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi di balik kata-kata singkat itu.
Sepanjang pelajaran pertama, pikiran Nayla terus melayang pada pesan singkat dari Daffa. Ia duduk di bangku paling belakang berusaha fokus mendengarkan penjelasan guru sejarah tetapi kata-kata di layar ponselnya tadi pagi terus terngiang. Biasanya Daffa mengirim pesan-pesan ringan atau lelucon khasnya yang membuat Nayla tersenyum di tengah hari-harinya yang sibuk.
Ketika bel istirahat berbunyi, Nayla segera bangkit dan bergegas keluar kelas. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar kantin, berharap menemukan sosok Daffa di antara kerumunan siswa yang sedang asyik menikmati waktu istirahat. Akhirnya ia melihat Daffa duduk sendirian di meja paling ujung, tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Dengan ragu, Nayla menghampirinya. Daffa mengangkat wajahnya begitu melihat Nayla mendekat dan sebuah senyum kecil muncul di sudut bibirnya. Tetapi sorot matanya tampak serius, bahkan sedikit gelisah.
"Nayla," panggil Daffa pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh suara riuh kantin. "Terima kasih sudah mau datang." Nayla duduk di depannya, mencoba menyembunyikan rasa gugup. "Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?"
Daffa menarik napas dalam seolah mencoba merangkai kata-kata. "Ada sesuatu yang ingin aku ungkapkan padamu. Mungkin kamu merasa kita hanya berteman lewat chat selama ini... tapi buatku, perasaan itu mulai berkembang."
Kata-kata Daffa membuat jantung Nayla berdetak semakin cepat. Ia menatap Daffa dengan pandangan tak percaya sekaligus bingung. Persahabatan mereka memang terasa dekat namun Nayla tak pernah menyangka bahwa semua ini berujung pada perasaan yang lebih dari sekadar teman.
"Daffa..." Nayla nyaris tak bisa berkata-kata. Ia terdiam, tak tahu bagaimana harus merespons pengakuan yang baru saja ia dengar. Apakah ia juga merasakan hal yang sama?