Suatu pagi sebelum bel masuk berbunyi, Pak Nurdin duduk di ruang guru sambil memeriksa materi pelajaran. Di sekelilingnya, rekan-rekan guru lain seperti Bu Ani dan Pak Komar juga sibuk menyiapkan pelajaran. Di tengah kesibukan itu tiba-tiba datang seorang tamu tak terduga yaitu Pak Harun sebagai Kepala Sekolah.
Pak Harun memasuki ruangan dengan langkah tenang namun berwibawa. Senyumnya selalu hangat tetapi hari ini ada aura serius dalam tatapannya. Semua guru menghentikan aktivitas mereka sejenak dan memperhatikan sepenuhnya.
"Selamat pagi, Bapak-Ibu semua," sapanya dengan suara yang lantang namun lembut. "Saya ingin menyampaikan kabar penting. Setelah mengamati perkembangan di sekolah kita selama beberapa bulan terakhir, saya sangat bangga melihat cara Bapak dan Ibu baik guru senior maupun yang muda beradaptasi dengan perubahan. Namun ada satu hal lagi yang ingin saya umumkan."
Semua mata tertuju pada Pak Harun yang berhenti sejenak untuk menarik napas.
"Sekolah kita akan ditunjuk sebagai sekolah percontohan dalam penggunaan teknologi pendidikan di tingkat kabupaten. Ini adalah kesempatan besar bagi kita namun juga tantangan besar. Kita harus siap untuk memperkenalkan metode pembelajaran yang lebih inovatif kepada sekolah-sekolah lain."
Suasana di ruang guru mendadak ramai dengan bisikan dan percakapan singkat. Pak Nurdin merasakan detak jantungnya sedikit lebih cepat. Sekolah percontohan? Ini berarti seluruh lembaga pendidikan di sekitar akan memperhatikan cara mengajar dan menangani transisi ke era digital ini.
Melihat reaksi yang beragam dari para guru, Pak Harun melanjutkan dengan senyum menenangkan. "Saya tahu ini bisa menimbulkan kekhawatiran tetapi saya yakin kalian semua mampu menghadapi tantangan ini. Kalian sudah menunjukkan bahwa kalian bisa. Saya juga ingin berterima kasih secara khusus kepada Pak Nurdin yang telah menunjukkan kepemimpinan dalam masa-masa transisi ini."
Semua mata beralih ke Pak Nurdin yang terkejut mendengar namanya disebut. Ia hanya bisa tersenyum canggung dan merasa bahwa apa yang ia lakukan hanyalah bagian dari tugasnya sebagai pengajar.
Setelah pertemuan selesai, para guru kembali ke pekerjaan mereka dengan semangat baru. Namun di antara semua antusiasme itu, Pak Agus tampak merenung lebih dalam. Meskipun ia telah banyak belajar, kenyataan bahwa sekolah mereka akan menjadi percontohan membuatnya kembali cemas. Ia merasa bahwa tanggung jawab besar ini mungkin terlalu berat untuk ditanggungnya.
Bu Diana yang melihat kegelisahan di wajah Pak Agus, mendekatinya. "Pak Agus, jangan khawatir. Kita semua di sini bersama-sama. Tidak ada yang tertinggal. Jika ada sesuatu yang masih sulit, kami akan selalu ada untuk membantu."
Pak Agus tersenyum lembut meski bayang-bayang kekhawatiran masih tergambar di wajahnya. "Terima kasih, Bu Diana. Saya tahu kalian semua sangat mendukung tapi rasanya sulit untuk mengikuti semua ini."