Bintang kecil di langit yang biru
Amat banyak menghias angkasa
Aku ingin terbang dan menari
Jauh tinggi ke tempat kau berada
(Meinar Louis, 14 Mei 1930-28 Juli 2015)
Â
Kamis, 30 Juli 2015, sekelompok anak-anak dan remaja menampilkan pertunjukan ansambel musik di Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Adalah Amari (Ansambel Musik Anak dan Remaja Indonesia) penggagas konser malam itu yang ditujukan sebagai program pembelajaran bagi anggotanya sekaligus peringatan dan wujud syukur atas capaian usianya yang memasuki tahun ke sepuluh. Amari yang bermarkas di Yogyakarta ini menyajikan lagu anak-anak yang diaransemen ulang seperti lagu Anak Gembala dan Ambilkan Bulan ciptaan Abdullah Totong Mahmud (A.T Mahmud, 3 Februari 1930-6 Juli 2010), lagu-lagu daerah seperti Ilir-ilir dan Jali-jali, kemudian lagu karya putra bangsa yang terdengar di telinga internasional yaitu Bengawan Solo karya Gesang dan repertoar musik klasik yaitu Concerto for Two Violin karya J.S. Bach dan Kinder Symphony karya Joseph Haydn. Konser dibuka dengan Theme Song Amari Jogja karya R.P.M. Agus Rusli, tokoh musik pendidikan sekaligus penggagas berdirinya Amari Jogja.
Â
Â
Konser yang bertajuk "Amari 1 Dekade" tersebut bekerja sama dengan Paduan Suara SD Bopkri Gondolayu dan Ansambel Biola Al-Azhar 31 Yogyakarta. Usai lagu pembuka, Paduan suara SD Bopkri Gondolayu menyanyikan lagu Anak Gembala yang telah diaransemen ulang dan diiringi dengan format orkestra oleh Amari Jogja. Hal tersebut membuat lagu Anak Gembala menjadi kaya, padat dan berwarna tanpa meninggalkan kesan jenaka sebagaimana ditampilkan dari gerakan paduan suara yang riang dan gembira sebagaimana lirik lagunya.
Melihat format sebesar itu dengan partisipasi yang tidak kurang dari 40 anak tentunya membutuhkan kesabaran dan komunikasi yang baik dari para pembimbingnya sehingga adik-adik kita itu, bintang-bintang kecil malam itu mampu bekerja sama menyajikan lagu Anak Gembala dan beberapa lagu lainnya. Pada satu lagu Anak Gembala tersebut sejatinya telah diwujudkan semangat dan warisan dari Almarhum Agus Rusli. Beliau, Agus Rusli, dalam wawancaranya di TVRI Jogja mengatakan, "Amari dibentuk sebagai sarana pendidikan melalui musik. Dengan bermain musik, adik-adik kita belajar bekerja sama dan tanggung jawab. Mereka bertanggung jawab pada partitur yang diberikan pada mereka, sehingga ketika membunyikan instrumen masing-masing terciptalah musik yang demikian indah."
Sebagai wadah, keberadaan Amari Jogja dan kelompok-kelompok lain di Jogja sangatlah bermanfaat. Sebab dari sanalah, selain manfaat yang telah disebutkan di atas, dapat menjadi tempat bertemu, berkomunikasi adik-adik kita perihal hal yang sama mereka sukai. Musik dan instrumen musik. Begitu juga saya percaya bahwa baik para pendiri dan pengampunya memiliki cita-cita melalui sarana tersebut dapat melahirkan pemusik profesional.
Â
Konser ini tidak hanya menyajikan kolaborasi antara Ansambel Amari dan Paduan Suara, namun juga beberapa format lainnya. Sebagai contoh sajian Bengawan Solo karya Gesang (1 Oktober 1917-20 Mei 2010) yang diaransemen oleh Agus Wahyudi M untuk Solo Piano yang dimainkan oleh Runi dan diiringi orkestra Amari dengan dirigen Fafan Isfandiar. Aransemen ulang lagu Bengawan Solo untuk Solo Piano ini menjadikannya tidak hanya sebatas memainkan melodi utama yang biasa kita dengar oleh vokal, namun penuh dengan jembatan-jembatan nada-nada piano yang ritmikal, harmoni dan kecermatan ketepatan tempo sehingga terbangun komunikasi musik antara Solo Piano dan Orkestra.
Sajian lainnya adalah tampilnya Ansambel Biola Al-azhar 31 yang tidak kurang dari 20 anak memainkan melodi utama lagu Ilir-ilir karya Sunan Kalijaga dan Pergi ke Bulan karya Aloysius Rianto (A. Rianto, 23 November 1943-1994) dan diiringi Ansambel Amari Jogja. Begitu meriah dan segar melihat banyaknya anak-anak yang memainkan instrumen biola yang umumnya memberi kesan pada kita bahwa belajar biola itu sukar.
Tampil juga 4 anak didik Amari yang memainkan lagu Gallop March karya Albert Lavignac. Karya ini ditulis untuk piano 8 tangan dengan komposisi nada-nada yang menari, jenaka, dan bercanda. Tak Kalah menarik juga tampilnya Solo Vocal, Kalam, membawakan lagu Tanah Air karya Saridjah Niung (Ibu Sud, 26 Maret 1908-1993) yang mampu menarik antusias audience (dan barangkali, merinding haru menyentuh kedalaman rindu pada cinta Tanah Air).
Masih banyak lagi sajian indah pada konser "Amari 1 Dekade", seperti lagu Melati Suci karya Guruh Sukarno dan lagu Rame-rame karya George Leiwakabessy yang mengajak berdansa. Semoga terus bertahan dan berkembang wadah-wadah musik untuk adik-adik kita ini. Menjadi ruang bermain dan belajar di tengah perkembangan zaman yang menuntut kejelian dalam memilih hal-hal yang dibutuhkan bagi perkembangan anak-anak.
Semoga akan berlangsung lagi konser-konser seperti ini yang selain sebagai bagian dari bentuk pembelajaran, penumbuhan kepercayaan diri juga ruang apresiasi bagi bintang-bintang kecil kita agar tetap tumbuh segar motivasi belajarnya, komunikasi sosialnya. Mengutip kalimat Ajahn Brahm dalam bukunya Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya, "Setiap kita membutuhkan pujian (dalam hal ini saya mengartikannya sebagai bentuk apresiasi), untuk mengetahui bahwa apa yang kita lakukan adalah benar." Selamat Ulang Tahun Amari Jogja!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H