pembelajaran berdiferensiasi yang masih saja susah dipahami dan jarang diimplementasikan para pendidik padahal ‘khasiatnya’ sangat manjur sebagai treatment untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam sebagaimana diamanatkan Kurikulum Merdeka.
Halo sahabat Kompasiana, senang rasanya bisa menyapa sahabat semua. Semoga sahabat dalam kondisi prima dan selalu dilimpahi kebaikan agar dapat menularkan kebaikan juga kepada orang lain. Tulisan ini saya angkat kembali berhubung di media social sedang ramai diperbincangkan machine learning, deep learning, dan beberapa pendekatan lainnya dalam Upaya memajukan Pendidikan di tanah air. Yang saya pahami bahwa Pendidikan di tanah air belum menemukan satu konsep dan formula seperti apa, bagaimana, dan mau dibawa kemana Pendidikan di tanah air. Ingin seperti Finlandia, namun bergaya Gondangdia, hehehe… Ya sudah kita bahas saja secara tuntas dan lengkapSahabat perlu tahu mengapa tulisan ini saya buat. Beberapa waktu lalu saya menyebarkan angket melalui aplikasi Google Formulir untuk mengetahui tingkat pemahaman guru tentang pembelajaran berdiferensiasi. Pertanyaannya seputar pengertian, strategi, dan contoh penerapan pembelajaran berdiferensiasi di kelas. Hasil angket terhadap 136 guru menunjukkan bahwa tingkat pemahaman guru lumayan beragam: sangat paham (3,7 %), paham (40,4 %), cukup paham (26,5 %), kurang paham (27,2 %), dan sangat tidak paham (2,2 %). Hasil ini masih perlu diuji mengingat ada beberapa hal unik terjadi dimana yang menjawab kurang paham pada soal nomor 1 ternyata hasil pada instrumen-instrumen lainnya menunjukkan pemahaman yang sangat baik dan sebaliknya ada guru yang menjawab sangat paham namun sebenarnya masih kurang paham. Hal yang menggembirakan sekaligus mengejutkan adalah bahwa guru yang menjawab sangat paham, paham, dan cukup paham sudah berada di atas 70%. Melihat realita tersebut maka saya terdorong mengangkat tulisan ini dengan harapan pemahaman guru terhadap pembelajaran berdiferensiasi semakin baik dan guru memiliki keyakinan untuk mengimplementasikannya di kelas.
Menurut Tomlinson (2001) pembelajaran berdiferensiasi adalah proses pembelajaran yang memenuhi kebutuhan individu belajar siswa. Sahabat mungkin bertanya, apa mungkin memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam?
Praktik pembelajaran berdiferensiasi yang dilakukan guru di kelas harus didasari oleh 3 hal:
- Readiness (Kesiapan Belajar)
- Interest (Minat Belajar)
- Learning Profile (Profil Belajar)
Untuk mengetahui kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar siswa, guru lebih dulu harus melakukan asesmen diagnostik baik asesmen diagnostik kognitif maupun non kognitif. Misalnya seorang guru IPS yang akan mengajarkan materi tentang ‘ROMA’, maka lebih dulu guru mengadakan asesmen diagnostik untuk mengetahui kesiapan belajar, minat belajar, dan prrofil belajar siswa. Minat siswa bisa diketahui dengan meminta siswa mengisi kuesioner tentang apa saja yang mereka ingin pelajari tentang ‘ROMA’. Untuk mengetahui kesiapan belajar, guru membuat kuesioner berisi pertanyaan tentang apa yang sudah siswa ketahui tentang ‘ROMA’. Terakhir untuk melihat profil belajar siswa, guru merancang dan membagikan kuesioner dengan tagihan bagaimana cara belajar yang mereka inginkan.
Setelah memetakan tingkat kesiapan belajar, minat, dan profil belajar individu siswa serta gaya belajarnya apakah termasuk tipe visual, auditori, atau kinestetik barulah guru dapat merancang pembelajaran diferensiasi yang hendak dilakukan di kelas, apakah diferensiasi KONTEN, PROSES, PRODUK, atau kombinasi ketiganya.
1. Diferensiasi Konten || What students learn!
Diferensiasi konten berkaitan erat denga apa yang dipelajari siswa. Di sinilah guru harus memilih atau mempertimbangkan materi apa dan dalam bentuk apa yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa, apakah materi yang sederhana, kompleks, nyata, abstrak, dalam bentuk tulisan, suara, atau video. Mungkin sahabat berpikir, kog ribet amat? Nyantai bro, everything’s gonna be alright. Sahabat kan mau memuliakan siswa.
Tomlinson memberikan contoh penerapan diferensiasi konten seperti berikut ini:
Siswa di sebuah sekolah menengah kelas sains membahas tentang mamalia. Guru merencanakan beberapa pendekatan untuk memperkenalkan konsep, istilah, dan informasi tentang mamalia kepada siswa. Guru menunjukkan 5 gambar mamalia kepada siswa dan mempersilakan siswa memilih mamalia mana yang lebih mereka sukai untuk diinvestigasi lebih jauh. Ini dilakukan untuk membedakan konten berdasarkan minat siswa. Setelah membagi kelompok, kemudian guru memberi setiap kelompok investigasi beberapa cara untuk belajar tentang mamalia yang dipilih oleh anggota kelompok tersebut. Selanjutnya guru menyediakan bacaan berupa sekumpulan buku terkait 5 mamalia tadi dengan tingkat bahasa yang bervariasi. Hal ini dilakukan untuk membedakan konten berdasarkan kesiapan siswa. Selain itu, guru juga mempersiapkan informasi tentang 5 mamalia tadi dalam bentuk audio, video, dan websites yang dapat didengar, ditonton maupun diakses oleh siswa sebagai bentuk diferensiasi konten berdasarkan profil belajar siswa.
2. Diferensiasi Proses || How students learn it!
Diferensiasi proses berkaitan dengan pemilihan langkah-langkah kegiatan pembelajaran:
- apakah kegiatan pembelajaran dilakukan secara individu atau berkelompok
- apakah siswa mengerjakan tugas secara mandiri atau bersama
- dikerjakan sambil mendengarkan musik atau harus senyap
- dengan duduk di lantai atau duduk di kursi
- apakah masih perlu bimbingan intensif atau hanya dengan sedikit bimbingan saja
- apakah materi disampaikan dengan agak lambat atau cepat.
Yang saya pahami dari paparan Tomlinson bahwa diferensiasi proses itu dekat dengan variasi strategi dan metode yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, seperti guru menerapkan jigsaw, think-pair-share, creative problem solving, problem-based learning, project-based learning, inquiry, discovery learning, cooperative controvercy, atau role playing.
3. Diferensiasi Produk || How students demonstrate what they’ve learned!
Produk dalam pembelajaran merupakan tagihan atau hasil yang diharapkan dari siswa setelah proses pembelajaran, setelah belajar satu unit/materi, satu semester atau bahkan satu tahun. Produk belajar dapat juga dimaknai sebagai hasil pekerjaan atau unjuk kerja siswa yang memiliki wujud seperti hasil tes, tulisan, karangan, pagelaran, pertunjukan, pidato, presentasi, rekaman, diagram dan lain sebagainya yang mencerminkan pemahaman murid. Setelah belajar diharapkan siswa tidak hanya tahu tetapi mampu menggunakan dan mengembangkannya.
Dua hal yang harus dipedomani dalam mendiferensiasi produk, antara lain:
- Memberi tantangan dan keragaman
- Memberi pilihan cara mengekspressikan hasil pembelajaran
Dalam mengimplementasikan pembelajaran diferensiasi produk, guru juga perlu memperhatikan:
- Kualitas produk yang dihasilkan siswa
- Konten yang terkandung dalam produk
- Bagaimana siswa menghasilkan produk
Dengan kata lain, guru harus mendampingi siswa menghasilkan produk belajar yang diharapkan. Meminjam istilah Tomlinson, jangan sampai siswa bingung dan frustrasi tanpa mentoring dari guru yang membuat siswa overdosis dalam kebingungan dan frustrasi belajar. Selanjutnya guru wajib membuat rubrik penilaian terhadap produk yang dihasilkan siswa.
Penutup
Baiklah sahabat inspiratif, sebagai penutup saya kutipkan beberapa poin penting yang mendasari pembelajaran berdiferensiasi sebagaimana dipaparkan Tomlinson:
- Siswa mungkin memiliki persamaan dalam hobby, bobot badan, sifat, kesukaan dan ketidaksukaan
- Sebagai manusia tentu siswa memiliki banyak persamaan tetapi sebagai individu mereka berbeda satu dengan lainnya
- Fakta berbicara bahwa siswa dengan usia yang sama tidak sama dalam hal belajar
Pembelajaran berdiferensiasi:
- bukanlah pembelajaran individu
- bukan pula pembelajaran yang kacau
- bukanlah pembelajaran yang mengelompokkan siswa yang homogen
- bukan pula pembelajaran yang “memakaikan baju yang sama” kepada seluruh siswa
Pembelajaran berdiferensiasi memiliki esensi:
- fokus pada pembelajaran bermakna dan pemberdayaan siswa
- melaksanakan sekaligus memonitor beragam kegiatan di kelas secara bersamaan
- mengelompokkan siswa secara fleksibel, menampung siswa yang kuat di beberapa bidang dan mungkin lemah di bidang lain
- pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered)
Semoga tulisan ini memberi pemahaman baru bagi sahabat Kompasiana dan semakin yakin untuk menerapkannya dalam kelas-kelas inspiratif di seluruh tanah air. Salam perubahan!
*) Tomlinson. 2001. How To Differentiate Instruction in Mixed-Ability Classrooms.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H