KETIKA PDI Perjuangan (PDIP) mengumumkan Ir. Joko Widodo sebagai calon presiden yang mereka usung pada pemilihan presiden 2014, Prabowo Subianto kecewa berat. Pasalnya, menurut Prabowo dirinyalah yang semestinya didukung PDIP sebagai capres, sesuai isi kesepakatan di Batu Tulis.
Perjanjian Batu Tulis adalah sebuah kesepakatan antara PDIP dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang diteken pada 16 Mei 2009. Sebuah ikatan politis yang dibuat menjelang pelaksaan Pilpres di tahun tersebut.
Prabowo meneken dokumen perjanjian tersebut bersama-sama Megawati Sukarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP. Waktu itu keduanya maju sebagai pasangan capres-cawapres, bersaing dengan duet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Budiono dan Jusuf Kalla-Wiranto.
Nah, pemberitaan mengenai Perjanjian Batu Tulis merebak luas menjelang Pilpres 2014 karena Megawati dan PDIP dianggap melanggar kesepakatan. Salah satu isi perjanjian adalah kesediaan Megawati-PDIP gantian mengusung Prabowo sebagai capres di 2014.
Kenyataannya, Megawati malah memberi mandat pada Jokowi sebagai capres PDIP. Sebuah keputusan yang dapat dimaklumi karena nama Jokowi, waktu itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, sedang tenar-tenarnya.
Potensi untuk memenangkan Pilpres 2014 sangat besar jika Jokowi yang diusung, mana mungkin PDIP mau melewatkan kesempatan? Jadi, begitulah yang kemudian terjadi. Perjanjian Batu Tulis tinggallah sekadar tulisan berisi janji.
Prabowo yang kecewa mengungkit-ungkit isi perjanjian tersebut. Dalam dokumen yang kemudian beredar di media, pada poin 7 memang jelas-jelas tertulis: Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014.
Tentu saja PDIP ogah dituding ingkar janji. Pentolan-pentolan mereka pun bersuara membantah tuduhan yang digencarkan Gerindra. Pramono Anung, misalnya, saat itu menyebut bahwa Perjanjian Batu Tulis tidak berlaku karena pasangan MegaPro kalah di 2009.
Argumen senada diberikan Adang Ruchiatna, saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Fraksi PDIP di DPR. Menurut Adang, PDIP punya kewajiban mengusung Prabowo di 2014 jika pada Pilpres 2009 pasangan MegaPro menang. Nyatanya, duet banteng-garuda itu keok.
Apa boleh buat, Prabowo kemudian menantang Jokowi di Pilpres 2014. Hasilnya sama-sama kita ketahui bersama. Bahkan ketika melakukan rematch pada 2019, kembali Prabowo kalah dari Jokowi.