Islam dan Radikal (isme)
Â
Setiap kali kata "radikal" diperdengarkan maka yang akan muncul dalam pikiran setiap manusia adalah sebuah diksi dengan terminologi "jahat". Kata 'radikal, berasal dari bahasa Yunani, yakni : Radix = akar. Dalam percakapan filsafat, kata radikal dimaknai sebagai upaya  mengkonstruksi pemikiran seacara mendasar pada akar persoalan utuk mencari kebenaran.
Pada perkembangannya, kata radikal diimbuhkan 'isme" untuk menjelaskan bahwa radikalisme adalah sebuah faham atau ideologi. Faham radikalisme inilah yang kemudian mencuat diawal eksistensinya pada abad ke 18-19 di wilayah Britanaia Raya ( baca : Inggris) sebegai bentuk protes atau perlawaan terhadap pemerintahan kala itu. Radikal/isme dalam pengertian pergerakan dalam prakteknya dapat kita maknai sebagai suatu gerakan yang menginginkan perubahan secara cepat, (bila perlu) dengan kekerasan (violence).
Karena "radikal" telah membentuk mindset manusia sebagai faham dengan sebuah pergerakan perubahan melalui tindakan kekerasan, pada akhirnya radikal diartikan juga sebagai tindakan teror dengan tambahan imbuhan akhir "isme" (terorisme).
Melalui tulisan ini, saya ingin mendefinisikan teror/isme dan radikal/isme kemudian berupaya untuk menempati dimana letak Islam antar kedua kata tersebut serta memberikan analisa baru untuk mencoba menjawab "tudahan" terhadap dunia islam.
Pertama, Islam Radikal (isme). Saya masih bertahan pada pemaknaaan kata " radikal" sebagai suatu proses berfikir sampai pada akar-akarnya untuk mencari kebenaran. Penambahan "isme" menujukkan bahwa seseorang atau kelompok yang memiliki pemahaman radikal terhadap agama (islam) secara radikal yakni pemahaman yang mendasar pada Al Qur'an dan Sunnah Rasul. Pada kelompok pemikir islam "radikal" demikian tak ubahnya adalah kelompok islam substansial.
Kedua, Islam Teror (is/me). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Teror diartikan sebagai usaha menciptakan ketakutan. Perilkau teror berbeda dengan ancaman ketakutan lain seperti karena teror sering dilakukan secara "suddenly", tiba-tiba serta sasarannya bersifat umum. Pertanyaannya adalah apakah terorisme islam itu ada? Secara pengertian dasar, saya dapat menjawabnya, Ada! keberadaan terorisme tidak hanya pada Islam tetapi juga mungkin pada kelompok lain di luar islam. Setiap orang, siapa dan apapun latar belakangnya yang melakukan tindakan teror maka dia adalah peneror. Permasalahan dewasa ini terletap pada label terorisme yang disematkan pada islam. Secara umum banyak pihak yang mengartikan dengan meysandingkan keterikatan antara radikalisme dan terorisme sehingga terorisme merupakan  faham yang meyakini bahwa perubahan hanya dapat dilakukan dengan cara melakukan kekerasan (Violence), untuk menakuti individu atau kelompok lain yaang tidak "seiman" dalam pemikiran.
Dengan demikian, antara radikalisme dan terorisme adalah satu kesatuan dari pada pemikiran dan tindakan. Walaupun hakikat pemikiran radikal itu baik, namun karena pergulatan pemikiran diikuti dengan tindakan teror maka menjadi tidak baik. Pertanyaanya selanjutnya bukan tentang apakah terorisme islma itu ada, tetapi Mengapa terorisme itu ada. Inilah kemudian saya akan melakukan analisa dalam tulisan ini agar dapat menjadi referensi bagi pemabaca dalah memahami terorisme.
Saya menggunakan terminologi terorisme islam bukan islam terorisme untuk menghindari terciptanya pemahaman agama (islam) sebagai sumber/ajaran teror. Terorisme islam adalah tindakan individu atau kelompok yang mengatas namakan islam.
Islam sebagaimana namanya merupakan agama damai yang memberikan keselamatan atau dikenal sebagai agama rahmat lil alamim (rahmat bagi semesta alam) bukan semata pada manusia. Barang siapa yang membuat kerusakan (fasad) termasuk membunuh sesama manusia bukan merupakan cerminan dari islam. Perbuatan teroris merupakan apex of evil (puncak kejahatan) karena tindakan teroris dapat merusak seluruh sendi kehidupan, sosial, ekonomi bahkan lingkungan. Dengan demikian tidak ada satupun alasan dalam islam untuk melakukan tindakan kekerasan.
Terorisme sesungguhnya bukan istilah baru, namun "labeling" terorisme yang disematkan pada islam merupakan barang baru yang perlu dianalisa lebih jauh apakah  stempel terorisme itu pantas atau ada muatan lain dibaliknya. Tragedi Christchurch di Selandia Baru setidaknya mematahkan framing terorisme terhadap islam. Namun Demikian bukan berarti bahwa tragedi tersebut tidak terkait dengan label agama (islam). Secara sosial, alasan imigran yang makin membanjiri wilayah eropa dapat menjadi pembenaran namun pertanyaannya mengapa harus islam yang dibunuh?
Beberapa alasan mengapa label terorisme disematkan pada islam, disisi lain mengapa islam menjadi sasaran terorisme. Awal munculnya gerakan terorisme (islam) terjadi saat setelah runtuhnya unisoviet (1991). Amerika Serikat (AS) memproklamir diri sebagai polisi dunia. Setidaknya ada tiga jenis "polisi dunia" yang menjadi penguasaan AS, yakni eknomi, politik dan keamanan.
Sebagai polisi dunia, ketiga jenis "penguasaaan" tersebut harus dikuasai AS. AS kemudian merancang dan mengidentifikasi kekuatan lain selain Uni Soviet ( yang telah runtuh) untuk dilumpuhkan. Pergolakan intelektual terjadi di negera uncle sam. Fawaz A. Greges (2002), menyebutkan perdebatkan dua kubu di AS saat itu yang berupaya mempengaruhi/menyusun "GBHN" politik luar negeri AS. Kubu Konfrontasionalis versus Akomodasionis. Perdebatan dua kubu tersebut ditenggarai oleh kebijakan AS pasca runtuhnya Unisoviet adalah meruntuhkan Islam.
Niat pemerintah AS untuk meruntuhkan Islam setelah runtuhnya Uni Soviet semakin kuat atas peredebatan kedua kubu terebut. Kubu Kofrontasionalis yang dimotori oleh Amos Perlmutter dan Bernard Lewis tidak saja mempengaruhi/memperkuat niat Pemerintah AS juga mempengaruhi opini publik saat itu. Bagi kubu kfrontasionalis, Islam tidak bisa didamaikan dengan barat yag sekuler, islam sama bahayanya dengan gerakan Bolshevik, Fasis, Nazi sehingga harus dilumpuhkan. Bagi kubu Akomodasionis diantaranya  John Elposito dan Leon T hadar mengtakan ancaman Islam adalah mitos barat.
Bagi penulis, keberhasilan kaum konfrontasionalis mempengaruhi opini publik dan pemerintahan saat itu untuk"perang"melawan islam sehingga menjadi kebijakan politik luar negeri AS terhadap dunia Islam. Disinilah cikal bakal sinonimalisasi "terorisme islam" melekat pada islam.
Melihat realitas sosial dan perkembangan terorisme (islam) dewasa ini dengan mengaitkan dengan realitas perdebatan atas kebijakan politik luar negeri AS terhadap dunia Islam saat itu, penulis mengidentifikasi 3 (tiga) cara meruntuhkan islam, salah satunya adalah membetuk terorisme boneka. Pertama, Hard War (perang senjata); Kedua, Soft War ( Perang Pemikiran); Ketiga, Culture War ( perang budaya). Ketiga jenis perang terhadap negeri - negeri muslim ini dilakukan dengan cara berbeda tergantung pada kultur sosial agama yang hidup dinegara masing masing, negeri islam timur tengah, Negeri Islam Sub Sahara sampai pada Islam Indonesia.
Mengenai Perang Senjata atas nama perang Terorisme dan Demokrasi, Hasbullah Masudin Yamin (2017) mengungkapkan bahwa AS akan meneropong negara islam (penduduk islam) non demokrasi yang tidak patuh terjadap AS utuk dijadikan sebagai alasan perang. Tujuan utama sesungguhnya adalah penguasaan Sumber Daya Alama negeri muslim.
Ketika negara islam diperangi, maka bangkitlah kelompok islam melakukan perlawanan. Perlawanan sebagian kelompok islam inilah kemudian diberi "stempel' kelompok terorisme islam. Di lain pihak, terorisme boneka dibentuk sebagai tameng untuk "melegalkan" aksi militer terhadap neger-negeri muslim.
Pada momentum yang lain, umat islam diserang dengan berbagai tuduhan, perilaku seperti ini bukan hal yang unik atau barang baru dalam pergolakan politik internasional jika kita menganalisanya dari apa yang terjadi di AS saat itu.
Untuk menutupi tulisan ini, saya ingi memberikan kesimpulan bahwa dari berbagai literatur sejarah kebijakan AS pasca runtuhnya Uni Soviet, dimana Islam akan menjadi target selanjutnya untuk dilamupuhkan, diantaranya adalah dengan membentuk "teoris boneka" dengan tujuan mempengaruhi opini publik internasional untuk menciptakan apa yang disebut Islamophobia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H