Mohon tunggu...
Polem Denny
Polem Denny Mohon Tunggu... Jurnalis - Reporter Radio

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Gorong-gorong Meriam Delima dan Tradisi Perangnya

30 Mei 2022   23:05 Diperbarui: 30 Mei 2022   23:09 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pidie-Tulisan ini kami beri judul "Gorong-gorong Meriam Delima dan Tradisi Perangnya" setelah fakta kemeriahan yang disaksikan langsung RRI Lhokseumawe di Gampong Dayah Baro, Kemukiman Are, Kecamatan Delima, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh.

Katanya, kebiasaan aneh dan unik ini hanya dapat dijumpai di Kabupaten Pidie pada setiap malam ke dua Hari Raya Idul Fitri setiap tahunnya. Karena itu, sejak hari ke 20 Ramadhan, pemuda setempat mulai menyiapkan "Gorong-gorong Meriam" untuk dapat dibunyikan pada hari H, demikian menurut info yang beredar dari warga sekitar.

Bunyi menggelegar hingga menggetarkan tanah, sudah hal biasa bagi masyarakat setempat. Tak peduli apakah ada warga yang sedang sakit maupun menderita jantungan.

"Bagi kami, rasanya ngak lengkap berhari raya tanpa meriam. Sehingga kadang-kadang warga yang tidak tahan dengan suara ledakan dengan kesadaran sendiri menghindar sebentar ke luar dari desa, nanti setelah acara selesai mereka pulang lagi, udah biasa begitu", ujar Mitamimul Ula, tokoh pemuda gampong Dayah Baro, Kemukiman Are, Kecamatan Delima, Kabupaten Pidie, kepada RRI Lhokseumawe belum lama ini.

Sangking sudah membumi dan mengakarnya kebiasaan itu lanjutnya, warga yang memiliki keuangan mapan maupun warga yang pulang kampung (mudik) saat hari raya dari perantauan juga ikut menyumbang dana demi terselenggaranya tradisi yang sudah berlangsung dari tahun 1960an itu.

"Untuk sekali pelaksanaan setahun sekali ini biasanya kita menghabiskan uang Rp 15 juta. Untuk beli karbit, cor gorong-gorong meriam dan lain-lain", timpal Fakhrizal, Geuchiek (Kepala Desa) yang bertetanggaan dengan wilayah Garot, Pidie itu.

Pertunjukan perang-perangannya dilakonkan oleh dua desa sebagai lawan bermain meriam. Desa lawan berada di seberang Sungai. Keduanya terlibat perang-perangan meriam semalaman suntuk, bersaing dan saling balas membalas untuk mengeluarkan dentuman keras.

"Agar coran meriam tidak gampang pecah, kami tanam ke dalam tanah dengan mulut meriam tetap terbuka hingga membentuk gorong-gorong. Setiap meriam mampu mengeluarkan 60 kali ledakan sepanjang malam sampai menjelang waktu Shubuh", cerita Geuchiek kepada RRI.co.id.

Suara ledakan katanya dapat terdengar hingga radius 2 sampai 5 Kilometer dari titik lokasi. "Bagi warga yang tahu dengan kebiasaan kami ini, mereka pasti akan datang kesini untuk menonton dari dekat", sambungnya lagi.

Salah satu Tokoh terkenal Aceh seperti Anggota DPR RI, Nasir Jamil, juga tercatat pernah merasakan langsung perang-perangan Meriam Delima.

"Ya begitulah bang, kebiasaan kami dari masa ke masa. Walaupun pada masa konflik GAM-RI pernah terhenti total karena situasi yang tidak aman. Kemudian masa Pandemi Covid-19 kemarin juga pernah dilarang selama 2 tahun belakangan. Baru tahun 2022 ini, kami diberikan izin lagi untuk menyalakan meriam rakitan ini", tutup Geuchiek Fakhrizal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun