Mohon tunggu...
Abu Ibrahim
Abu Ibrahim Mohon Tunggu... Guru - Mengajar di Sekolah Dasar

Abi dari Ibrahim memiliki istri luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gebyar Permainan Rakyat (GPR) Kwarran Cakung, Upaya Mengurangi Candu Gawai

28 Mei 2020   22:30 Diperbarui: 29 Mei 2020   15:27 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanggal 13, 14 dan 15 Desember tahun 2019 Pramuka Kwartir Ranting Cakung (Kwarran) Jakarta Timur mengadakan Gebyar Permainan Rakyat (GPR). Acara GPR yang di adakan Kwarran Cakung berlokasi di bumi perkemahan Cibubur Kempa 4 dengan diikuti oleh regu Pramuka golongan Penggalang dari sekolah dasar juga sekolah menengah pertama.

GPR Kwarran Cakung memperlombakan permainan-permainan tradisional yang biasa di mainkan anak-anak generasi sebelum milenium (Tahun 2000an). Selain berlomba anak-anak juga mendapat pengalaman berkemah selama 3 hari 2 malam.

Berkemah merupakan salah satu kegiatan yang menumbuhkan kemandirian dan keberanian anak, karena selain jauh dari orang tua anak dituntut untuk melakukan sendiri untuk kegiatannya seperti merapihkan pakaian, menyiapkan peralatan mandi, makan dan sebagainya.

Perlombaan permainan ini bertujuan melestarikan dan memperkenalkan kembali permainan tradisonal tempo dulu serta upaya mengurangi candu dari gawai menurut kak Budi Santoso staff pengurus Kwarran Cakung.

Kegiatan GPR ini ada 5 permainan yang harus diikuti peserta secara berkelompok, tak hanya permainan GPR juga mengadakan lomba ketrampilan membuat mainan tradisional serta lomba penampilan seni budaya palang pintu dari Betawi.

Pembukaan GPR di awali dengan upacara pembukaan di lapangan Kempa 4 yang di hadiri oleh semua peserta dan langsung di lanjutkan dengan perlombaan seni budaya palang pintu.

Permainan-permainan tradisional di GPR

Berlomba estafet enggrang, ini permainan pertama anak-anak. Permainannya menggunakan bambu setinggi kurang lebih 2 meter, dimainkan dengan kesimbangan tubuh untuk berdiri dan berjalan dipijakan bambu 20 cm dari tanah. Anak-anak harus menempuh jalur lintasan lomba sepanjang 20 meter, 1 pasang enggrang dimainkan secara estafet 4 anak dengan setiap 5 meter 1 anak.

Permainan Tradisional Nusantara (Foto kolase : dok.pri)
Permainan Tradisional Nusantara (Foto kolase : dok.pri)
Selanjutnya perlombaan balap velg sepeda yang juga dimainkan secara estafet tidak kalah seru dengan perlombaan Enggrang. Cara berlombanya sama seperti aturan lomba enggrang, yang membedakan velg dan tongkat pemukul yang di estafet.

Di tahun 1990 an banyak anak-anak yang bermain balap velg ini, termasuk saya juga pernah bermain ini di jalan atau di tanah lapang, namun seiring berkurangnya lahan kosong dan ramainya kendaraan bermotor yang lalu lalang dijalan saya tidak pernah menjumpai permainan ini lagi di kota yang membesarkan saya Jakarta.

Permainan gobak sodor atau galah asin merupakan permainan yang membutuhkan kekompakan regu menjadi permainan ketiga di GPR. Permainan ini sangat menguras tenaga dan membutuhkan strategi untuk memenangkannya. Dimainkan oleh 2 group yang terdiri dari 4 anak setiap groupnya.

Yang menjadi inti permainan gobak sodor adalah menghadang lawan agar tidak lolos melewati garis depan menuju garis belakang, kalo ada lawan yang bisa lolos sampai ke garis belakang dihadang lagi agar tak sampai ke garis depan kembali. Permainan ini dimainkan di lapangan dengan bentuk garis segi empat mirip garis lapangan bulu tangkis.

Malam harinya ada permainan jipe (engklek) dan lompat karet. Permainan ini di mainkan kira-kira jam 8 malam secara bersamaan dilokasi berbeda. Barangkali permainan ini yang masih banyak di mainkan anak-anak kota zaman sekarang, karena bisa di mainkan di tempat yang tidak terlalu luas. Di mainkan beregu namun bergantian satu anak satu anak, dengan cahaya obor dimalam hari membuat permainan ini menjadi lebih menarik dan indah untuk di nonton.

Hari berikutnya adalah lomba ketapel atau sepletan (bahasa Betawi), perlombaan yang membutuhkan konsentrasi tinggi ini biasanya identik dengan mainan anak laki-laki, namun di GPR anak-anak perempuan yang mengikuti lomba ketapel juga tak kalah hebat. Dengan jarak 10 meter anak-anak ditantang menembak botol berisi air sebagai sasaran dengan ketapel.

Yang terakhir adalah membuat ketrampilan maenan klotokan, dengan bahan yang sudah di persiapkan dari sekolah anak-anak tinggal merakit sampai menjadi mainan klotokan. Klotokan yang sudah jadi dan baik menghasilkan suara klotok-klotok jika di dorong di tanah. Mainan jenis ini sudah jarang yang jual kalaupun ada biasanya dijual dalam momen-momen tertentu saja disini.

Saya beserta pasukan khusus penggalang SDN Pulogebang 25
Saya beserta pasukan khusus penggalang SDN Pulogebang 25
Menghilangkan candu permainan gawai

Dalam 3 hari berturut-turut mengikuti lomba, rupanya anak-anak bisa menempatkan gawainya hanya sebagai komunikasi saja kepada orang tua. dan sebelumnya, ketika berlatih permainan-permainan ini dirumahnya, anak-anak bisa menghilangkan candu bermain di gawainya kata salah satu orang tua anak.

Saya sebagai guru disekolah sekaligus pembina Pramuka dilapangan senang sekali melihat anak-anak bisa memainkan permainan tradisional ini, karena banyak dari anak-anak kota mulai melupakan dan tidak bisa memainkan permainan ini lagi di sebabkan sudah ke asyikan bermain dengan gawainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun