Mohon tunggu...
Imam Dairoby
Imam Dairoby Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saya seorang karyawan swasta yang sedang mencoba menjadi penulis. Kunjungi blog ku di http://pojokidm.blogspot.com/ dan toko buku online ku di http://tokobukuakasia.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Stop Kekerasan Pada Anak

9 April 2013   16:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:27 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengertian Kekerasan

Mari kita telusuri dahulu apa sebenarya kekerasan itu. Pengertian kekerasan menurut Anita lie (dalam Suyanto, 2002) menyatakan bahwa kekerasan adalah suatu perilaku yang disengaja oleh seorang individu pada individu lain dan memungkinkan menyebabkan kerugian fisik dan psikologi.

Kekerasan adalah tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah, kekerasan dapat mengambil beragam bentuk yaitu kekerasan fisik, mental dan seksual.

Pengertian Kekerasan Terhadap Anak

Kekerasan terhadap anak-anak atau child abuse pada mulanya berasal dari dunia kedokteran sekitar tahun 1946. Caffey seorang radiologist melaporkan cedera yang berupa gejala-gejala klinis seperti patah tulang panjang yang majemuk pada anak-anak atau bayi yang disertai perdarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya, dalam dunia kedokteran kasus ini dikenal dengan istilah caffey syndrome (Suyanto, 2002).

Sekarang istilah tersebut lebih dikenal dengan Child Abuse (kekerasan anak) The National Commiaaion Of Inquiry (Andri, 2006), kekerasan pada anak adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu, institusi atau suatu proses yang secara langsung depan keselamatan dan kesehatan mereka kearah perkembangan kedewasaan.

Kasus ini semakin menarik perhatian publik ketika Hendri Kempe, dalam Suyanto (2002) menulis masalah ini di Journal Of The American Medical Association, dan melaporkan bahwa dari 71 rumah sakit yang diteliti ternyata terjadi 302 kasus tindak kekerasan terhadap anak-anak dimana 33 anak dilaporkan meninggal akibat penganiayaan, dan 85 mengalami kerusakan otak yang permanen.

Reid mendefinisikan kekerasan terhadap anak sebagai pemukulan fisik dan psikologi terhadap anak oleh orang tua, kerabat, kenalan atau orang yang tidak dikenal (Suryanto, 2002). Sedangkan menurut pendapat Helfer yaitu ditujukan untuk para klinisi, kekerasan pada anak adalah semua interaksi atau tidak adanya interaksi antara anggota keluarga yang berakibat pada cedera (Andri, 2006).

Mari Mulai Membuka Mata kita

Hampir setiap saat berita mengenai kekerasan terhadap anak mewarnai media massa di negara ini. Dan pelaku kekerasan terkadang membuat kita mengelus dada dan tercengang karena pelaku adalah orang yang paling dekat dengan korbannya. Dekat secara emosional, hubungan darah atau lingkungan sosial.

Bagaimana tak akan mengurut dada bila si anak di aniaya sampai meregang nyawa oleh ayah atau ibu kandungnya sendiri. Atau si anak di lecehkan dan di perkosa oleh teman, paman bahkan ayah kandung atau tirinya. Belum lagi menengok beberapa kasus seorang anak yang dianiaya oleh gurunya.

Entah mengapa persitiwa-peristiwa memilukan itu semakin hari semakin meningkat jumlahnya. Apa yang sebenarnya terjadi di dalam masyarakat kita.Masyarakat yang menganut adat ketimuran dan penuh dengan nilai-nilai keagamaan. Kita akan lantang berkata kita hidup bukan di belahan dunia barat tetapi kejadian-kejadian akhir-akhir ini seakan membelalakan mata kita bahwa kekerasan adalah wabah global.

Beberapa pakar psikologi menyatakan bahwa Kekerasan anak terbagi dalam beberapa kategori. Tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan emosional, dan penelantaran hak anak. Dan mengapa itu bisa terjadi ?

Beberapa penelitian memberikan suatu resume bahwa kekerasan yang dilakukan oleh pelaku dalam hal ini orang dewasa adalah juga merupakan sebuah pengulangan terhadap apa yang telah dirasakan oleh pelaku kekerasan.

Akibat tekanan psikologis yang mendalam, kecenderungan untuk melakukan hal yang sama seperti yang pernah dialami sangat mungkin muncul. Sehingga ada baiknya sebagai orang tua harus sebijaksana mungkin dalam mendidik anak-anaknya.

Pendekatan secara kekerasan terhadap anak tentunya akan memberi dampak yang sangat luar biasa bagi psikologi si anak. Anak akan merekam tingkah laku orang dewasa yang dekat dengan dirinya, sehingga ketika si anak dewasa rekaman itu akan seperti berputar kembali dan ketika lingkungan di sekitar dia memberikan kesempatan untuk melakukan kekerasan maka dia akan melakukannnya tanpa di sadari.

Peran Mutlak Orang Tua

Melihat begitu banyak pelaku kekerasan pada anak adalah orang terdekat dan banyak pula adalah orang tuanya sendiri, maka selaku orang tua selayaknya harus melihat seorang anak bukan semata sebagai darah daging sendiri tetapi juga harus melihat anak sebagai pribadi sendiri dan memiliki hak selayaknya orang dewasa.

Selama ini dalam mindset kita sebagai orang tua anak adalah milik kita dan seakan memiliki hak dalam kehidupan si Anak. Kita tak melihat si Anak sebagai sebuah individu sendiri yang masih berkembang. Jika kita berpikir bahwa anak adalah individu pribadi yang sedang berkembang maka kita selaku pribadi lain hanya memiliki kewajiban mengarahkan dan mendidikbukan berhak untuk memiliki hidup anak kita. Karena hak hidup si Anak telah dimilikinya sejak dia masih dalam kandungan.

Mendidiknya sebisa mungkin harus secara persuasif memberi penjelasan sesuai nalar dan pemikiran sang anak. Bukan dengan otoriter karena berpikir anak adalah milik kita dan harus mengikuti keinginan kita.

Pendekatan secara persuasif seperti menasihati dengan bahasa yang lemah lembut harus dilakukan bila anak mendapat kesalahan. Dan ada hal yang sering dilupakan, orang tua sangat jarang sekali memberi reward kepada anak yang telah berprestasi atau berhasil melakukan sesuatu.

Harus diakui Mengurus anak susah-susah gampang. Terlalu keras salah, terlalu lembek juga tidak baik. Kebijaksanaan orang tua yang dituntut, sebab anak akan tumbuh sesuai dengan hasil didikan dari orang tua dan sosial masyarakatnya.

Peran Pemerintah

Peran yang mendukung lainnya adalah pemerintah yang bisa memberi sebuah kebijakan-kebijakan yang mengedepankan kepentingan anak. Beberapa provinsi, kota dan kabupaten telah mendeklarasikan kota atau kabupaten Ramah/Layak Anak.

Tetapi sampai sekarang itu hanya slogan kosong yang diembel-embeli photo narsis para pemimpin dengan anak-anak. Bagaimana sebuah kota atau tempat menjadi ramah untuk anak bila tak ada fasilitas yang di berikan untuk anak.

Contohnya pengadaan bis sekolah, jembatan penyeberangan dekat sekolah, atau petugas kepolisian yang bertugas di sekolah saat masuk atau keluar. Pemerintah berpikir dengan hanya menyediakan taman bermain di tengah kota itu berarti telah memberikan hak anak, padahal hak anak lebih dari sekedar tempat bermain.

Dan yang paling penting adalah sebenarnya seberapa besar pemerintah provinsi, kota dan kabupaten bisa menekan angka kekerasan terhadap anak. Saatnya Pemerintah menggalakkan kampanye Stop Kekerasan Terhadap Anak, dan jika memang dianggap perlu dibuatkan peraturan dareah yang jelas dan transparan melindungi Hak anak .

Akhirnya melalui tulisan ini saya yang juga memiliki 2 orang Putera mengajak bersama seluruh orang tua agar memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Berikut sekilas percakapan saya beberapa saat lalu ketika saya menelpon anak saya di kampung halaman saya di sulawesi.

Saat sedang asyik ngobrol dengan anak kedua saya yang berusia 9 tahun tiba-tiba terdengar suara bentakan serta hardikan disertai tangisan seorang anak.

“ Siapa yang menangis ndy ?” tanya saya kepada dandy anak saya.

“ Temanku pa.....dia dipukul sama bapaknya,” suara anakku terdengar ketakutan.

Agak lama berselang kami berdua terdiam, dan secara tiba-tiba anakku bertanya :

“ Papa............apa jika papa disini, kalau dandy nakal akan papa pukul juga ?” lirih terdengar suaranya seperti ketakutan.

Kalimat itu benar-benar menampar saya. Tapi saya dengan tegas mengatakan :

“ Papa tidak akan seperti itu nak, papa janji.....”

Suara anakku kembali seperti semula,.......Ceria.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun