Mohon tunggu...
Komang Sumertawan
Komang Sumertawan Mohon Tunggu... Dokter - Tentang Saya

Orang Bali yang merantau ke Bali, senang dengan berbagai hal yang berkaitan dengan kesehatan, saat ini berprofesi sebagai dokter Ayurveda, mencari rejeki di Ubud; senang dengan segala hal yang berkaitan dengan komputer dan teknologinya walaupun saat ini tidak begitu aktif karena padatnya aktivitas pekerjaan; senang dengan aktifitas dengan kamera, walaupun kameranya jarang dipakai.

Selanjutnya

Tutup

Humor

Saat Aku Kelas 1 SD

3 Mei 2014   16:31 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:55 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Jika mengingat kembali masa-masa kecil dulu saat usia 6-7 tahun, atau masa-masa kita masuk SD, saya jadi sering senyum-senyum sendiri. Bukan ga waras lo, tapi karena gimana....gitu.

Jadi ceritanya gini.

Masa kecil saya itu di sebuah desa yang sangat jauh dari kota (namanya juga desa ya, pasti jauh dari kota). Sudah di desa, kami sekeluarga tinggalnya di ladang lagi. Ndeso banget bukan? Di tempat inilah saya lahir.

Saat usia enam tahun, saya rencanya mau disekolahkan SD oleh ortu. Tapi dengan tegasnya gaya anak-anak saya langsungjawab: "tidak mau masuk SD, saya mau langsung SMP saja". Akhirnya urung juga masuk SD. Pada tahun ajaran baru saat saya berusia 7 tahun, ternyata saya lupa dengan ketegasan saya untuk langsung masuk SMP. Akhirnya saya masuk SD juga. Sekolahnya di SD N 1 Balisadhar, Banjit, Lampung.

Waktu itu ternyata saya anak yang sangat cerdas (bukan berarti saat ini tidak cerdas ya). Buktinya setiap ada tugas atau ulangan matematika selalu mendapat nilai 10 saat ini. Jika mendapat nilai dibawah 10 saya asti akan kecewa dan berjanji akan balas dendam agar ujian besoknya mendapat nilai 10.

Pernah suatu ketika saya mendapat nilai 8 saat membuat latihan penjumlahan dan pengurangan. Langsung saja saya maju ke depan menghadap ibu guru, protes ceritanya. Saya protes karena saya merasa benar, dan memang benar. Karena berkali-kali saya kerjakan ulang soal yang sama jawabannya tetap sama dengan jawaban saya yang pertama.

Saya portesnya begini: "bu guru, kenapa saya mendapat nilai 8, padahal kan jawaban soal latihan saya benar semua, seharusnya saya mendapat nilai 10 bu?"

Bu guru: "mana coba ibu periksa lagi ya nak."

Protes saya membuahkan hasil ternyata. Angka 8 dicoret dari buku saya, diganti dengan nilai 10. saya pun tersenyum lebar. Merasa menang terhadap bu guru.

Waktu itu jika tidak salah masih jamannya sistem triwulan dalam sistem pendidikan. Karena waktu itu 1 tahunnya ujian dan pembagian rapor masih 3 kali dalam  setahun. Saat triwulan pertama saya tidak mendapat juara kelas, triwulan kedua juga tidak. Ternyata triwulan ketiga saya mendapat juara ke tiga di kelas 1.

Acara kenaikan kelas pada saat itu disebut dengan "kesaman" di sekolah saya.

Saat kesaman ini senengnya bukan main, karena murid-murid akan  naik kelas, dan berangkat ke sekolah boleh tidak membawa buku. (baru sekolah boleh tidak membawa buku senangnya minta ampun, ciri-ciri murid malas sebenarnya). Orang tua murid juga diundang semua ke sekolah.

Jadi saat kesaman ini saya tidak tahu akan mendapat juara. Saat acara sedang berlangsung saya laper, jadi pergilah saya ke warung di samping sekolah untuk membeli pecel. Saat itu pecel masih rp. 500 per porsi. Saat asik makan pecel dan kerupuk, saya dijemput oleh teman saya, katanya nama saya dipanggil-panggil oleh pak guru.

Sayapun jadi tergesa-gesa makan pecel. Setelah membayar saya lari ke kelas sambil tangan masih memegang kerupuk kacang Garuda. Kebetulan untuk acara kesaman ini ruangan kelas 1 dan kelas 2 yang digunakan. Ruang kelas 1 dan 2 cuma disekat dengan pintu papan, seperti pintu toko itu lo.

Ternyata sampai di kelas nama saya masih di panggil dengan pengeras suara. Saya pun maju sambil masih mengunyah krupuk kacang garuda dengan santainya. Begitu saya nongol pak guru langsung komentar: "wah kamu dapat juara kok malah pergi jajan keluar, beli pecel ya?. Saya jawab:"iya pak, kok bapak tahu?"Sontak semua hadirin tertawa.

"Berbaris dulu disamping temannya". Sayapun berbaris disamping teman, saya lupa namanya. Ternyata saya mendapat juara ke tiga. Namanya juga pertama kali berdiri di depan orang ramai, kaki saya gemetaran. Bahkan bapak-bapak yang duduk di barisan paling depan senyum-senyum melihat kaki saya gemetaran.

Hadiah buku pun saya terima, setelah dibuka sampai di rumah, ada 3 buku tulis di dalamnya. Wah senangnya bukan main. Mulai saat itu saya sudah sah naik kelas ke kelas dua, walaupun diawali dengan kaki gemetaran. Itulah kisah saya jadi anak cerdas.

Gimana, ada lucunya gak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun