Pengumuman 17 bakal calon Rektor Universitas Indonesia untuk periode 2024-2029 menjadi babak baru dalam sejarah kepemimpinan salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia. Angka ini, meski memenuhi syarat administrasi, terbilang minim jika dibandingkan dengan target awal. Pertanyaan besar pun muncul: mengapa jumlah calon yang lolos seleksi awal jauh di bawah ekspektasi?
Jumlah calon yang kurang dari target mengindikasikan adanya beberapa kemungkinan. Pertama, bisa jadi standar kualifikasi yang ditetapkan panitia seleksi begitu tinggi sehingga menyulitkan banyak pihak untuk memenuhi persyaratan. Kedua, posisi Rektor UI mungkin tidak terlalu menarik bagi para akademisi dan praktisi yang memiliki banyak pilihan karier lain. Atau, bisa juga karena adanya kendala internal di lingkungan UI yang membuat calon potensial enggan maju.
Keberagaman latar belakang dan usia para calon tentu patut diapresiasi. Namun, penting untuk digarisbawahi bahwa keberagaman semata tidak cukup. Yang lebih krusial adalah sejauh mana para calon memiliki visi yang jelas untuk membawa UI ke level yang lebih tinggi, serta kemampuan untuk merealisasikan visi tersebut.
Tahap penyaringan yang akan dilakukan oleh Tim P3CR pada 17-21 Agustus 2024 menjadi momen krusial. Tim seleksi dituntut untuk bekerja secara objektif dan transparan dalam memilih calon yang paling layak. Kriteria penilaian yang jelas dan komprehensif harus menjadi acuan utama agar proses seleksi tidak menimbulkan kontroversi.
Masyarakat akademik UI tentu memiliki harapan yang tinggi terhadap sosok Rektor baru. Mereka menginginkan pemimpin yang mampu membawa perubahan positif di berbagai bidang, mulai dari peningkatan kualitas pendidikan, pengembangan riset, hingga penguatan tata kelola universitas.
Rektor UI yang terpilih akan menghadapi tantangan yang kompleks di era disrupsi. Mereka harus mampu mengantisipasi perubahan yang cepat, membangun kolaborasi dengan berbagai pihak, dan memastikan UI tetap relevan dalam persaingan global.
Mahasiswa sebagai stakeholder penting di UI juga memiliki hak untuk turut serta dalam proses seleksi Rektor. Aspirasi dan masukan dari mahasiswa perlu didengarkan dengan seksama oleh panitia seleksi.
Untuk menjaga kepercayaan publik, proses seleksi Rektor UI harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Seluruh tahapan seleksi, mulai dari pengumuman calon hingga penetapan Rektor terpilih, harus diinformasikan kepada publik secara terbuka.
UI membutuhkan pemimpin yang memiliki visi yang jelas dan berani mengambil keputusan yang sulit. Rektor baru harus mampu membawa UI keluar dari zona nyaman dan terus berinovasi.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi UI adalah penguatan tata kelola universitas. Rektor baru harus mampu membangun sistem tata kelola yang baik, transparan, dan akuntabel.
Peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu prioritas utama bagi UI. Rektor baru harus mampu merumuskan kebijakan yang mendukung pengembangan kurikulum, peningkatan kualitas pengajar, dan pengembangan mahasiswa.
UI memiliki potensi besar untuk menjadi pusat riset dan inovasi di Indonesia. Rektor baru harus mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembangnya riset dan inovasi.
Kolaborasi dengan dunia usaha dan industri sangat penting untuk meningkatkan relevansi lulusan UI dengan kebutuhan pasar kerja. Rektor baru harus mampu membangun jaringan yang kuat dengan berbagai pihak di luar kampus.
Visi untuk menjadikan UI sebagai universitas kelas dunia harus terus dikejar. Rektor baru harus mampu merumuskan strategi yang komprehensif untuk mencapai visi tersebut.
Proses seleksi Rektor UI yang baru merupakan momentum penting bagi masa depan universitas ini. Dengan memilih pemimpin yang tepat, UI memiliki peluang besar untuk menjadi perguruan tinggi yang lebih baik dan lebih berdaya saing.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H