Hari2
Kau hadir lagi. Belum sepenuhnya hilang dan tersapu. Hanya setitik saja yang nampak. Namun cukup melegakan hawa yang kuhirup. Aku bisa menyapamu lagi senja.
Di ufuk barat, warnamu masih hitam. Tapi diatasmu mulai tampak cahaya keemasan sedikit terpancar. Mungkin kau mulai sadar, keindahanmu pasti dinanti banyak orang. Tapi, kau masih malu-malu menampakkan seluruh keindahanmu.
“Kenapa? Kau masih gundah gulana senja? Masih adakah duka yang menaungimu?”
“Pancaran jinggamu tak seelok kala pertama aku menatapmu. Rupa lukismu tak semenawan saat pertama aku menjamah indahmu. Ada apa senja?”
Semakin banyak pertanyaan kulontarkan, semakin banyak pula kau terdiam membatu. Diam tak berbahasa.
Walau warnamu mulai terkikis awan hitam, namun ada satu yang tak lekang.
Senja, kau tetap dinanti.
Senja, kau tetaplah senja yang indahmu hanya bisa dimengerti segelintir orang.
Senja, kau tetap selalu menemani mentari kembali ke peraduannya.
Kalbu...
Kau layaknya senja.
Banyak yang belum tahu kau begitu indah kala mampu disentuh.
Namun, banyak pula yang berniat menaungimu dengan duka.
Bangkitlah dari terpuruk...
Segera.....
Aku akan menemuimu esok, senja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H