Mohon tunggu...
Muhammad Arkandiptyo
Muhammad Arkandiptyo Mohon Tunggu... -

Hanya seseorang di pojok kota Jakarta yang selalu apa adanya. Penggemar berat masakan tradisional Jawa & Peranakan, musik Light Jazz dan pecinta sejati seseorang kalau sudah sekali cinta.\r\nPS Untuk semua Ingatlah Selalu: Ing Madya Mangun Kersa & Bhinneka Tunggal Ika!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta

27 Juli 2011   15:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:19 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Denger ya, gue….gue ga suka, sama lo. Gue benci sama lo.”
Aku mendengar kata-katanya, tapi tidak melihat detil air wajahnya. Aku bersikap lebih pengecut lagi ketika itu, melepaskan kacamata dan memundurkan wajahku hingga yang bisa kulihat adalah bentuk-bentuk buram.
Aku menyesal, seharusnya aku memakai kacamataku saja, karena meskipun rasanya akan menyesakkan, aku ingin melihat mata hitam bundarnya itu, apakah ia berisikan nyala api kebencian yang sesungguhnya ataukah ada sedikit cacat didalam “kebenciannya” – adakah mata yang sayu sesaat yang ia paparkan ketika berpapasan denganku atau melihat keberadaan diriku didekatnya hampir tiap harinya. Aku ingin melihat hatinya lewat cara yang telah aku gunakan selama ini, lewat matanya.

Namun apapun yang tertinggal di lima detik yang membuatku hancur seketika itu, aku pulang ke rumah dengan hati yang tak tentu, tidak ada penyesalan atau kesakitan, namun kekosongan memenuhi hati. Sebuah rasa yang tidak tahu harus kemana arah berjalan, harus apa yang dilakukan berikutnya. Kekosongan mutlak didalam jiwa memukulku telak di sanubari nurani.

Aku kira hari itu pula Tuhan telah benar-benar memutuskan untuk memutuskan benang merah tipis yang mengikatku dengan dirinya yang ku pikir ku cintai setulus hati.
Aku salah, semua itu bahkan bukanlah cinta, ia hanya obsesi buta yang merindukan kehangatan seorang perempuan berpipi gembul cempluk yang ku panggil sebagai beruang maduku.
Namun kuputuskan ku ingin mencintainya lagi, seperti dulu. Jauh sebelum semua ini menjadi bencana, ketika kami hanyalah dua orang yang saling bisa tertawa ringan dan bercerita.

Walau itu semua ketika itu hanya bertahan dalam waktu kurang dari sebulan…..
Karena ku yakin, jika aku bisa menemukan cinta itu lagi, hidup bukanlah masalah karena cinta adalah anugerah terindah dari Tuhan. Anugerah yang ia karuniakan mendampingi sifat pertamanya Ar-Rahman – Sang Maha Penyayang. Cinta itu kesempurnaan yang datang dari Tuhan, dan karena kesempurnaannya, seringkali kita lah yang menyalahgunakannya dan menjadikannya sebuah instrumen manipulasi sempurna atau ketika kita terlalu bodoh untuk menggunakannya sehingga orang lain tidak dapat mengerti pemikiran dan perasaan brilian yang sesungguhnya kita rasakan, bahkan hingga mencap diri kita sebagai orang yang layak diabaikan.
Namun untuk mereka yang sanggup mengimbangi dasar kesempurnaan yang dimiliki Cinta itu sendiri dengan kesempurnaan karunia Tuhan yang sebenarnya ada di seluruh jiwa raga mereka, balasannya adalah suatu kehidupan yang terus menghasilkan karya-karya yang tak ternilai harganya, walaupun bagi kebanyakan orang awam semua itu mungkin tampak biasa saja ataupun tampak amat luar biasa namun bagi para pelakunya sendiri tentu keberhasilan-keberhasilan itu menjadi sebuah kesejukan hati yang tiada habisnya.
Dan aku ingin mendapatkan Cinta itu kembali. Walaupun ia tak bisa dikejar, ia tak bisa dicari, ia tak bisa dipaksakan, namun setidaknya biarkan hatiku percaya pada kekuatannya hingga kelak dia akan datang kembali di dalam diri. Karena Tuhan tidak menciptakan sekecil apapun suatu ciptaan untuk sebuah kesia-siaan, termasuk rasa kesakitan yang membunuh pelan-pelan di dalam hati kecil ini.
Itu satu keyakinanku.
Dari situ aku berangkat lagi percaya kepada Cinta, dan percaya, pada Tuhan bahwa semua ini ada maksudnya demi kebaikanku seorang yang telah jatuh bangun berkali-kali demi kehidupan, dan demi kebaikannya yang ada di seberang sana, tertidur dalam mimpi-mimpi cinta, korea, teenlit, dan fantasi kehidupannya sendiri dan esok pagi jika Tuhan menghendaki akan kembali bangun untuk menjalani kehidupan putih abu-abunya yang berwarna. Kelak kami akan keluar dari semua masalah ini menjadi sebuah pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.
Dan di bawah langit hitam di sebuah sudut sunyi kota kemenangan Pangeran Falatehan ini, aku berhenti menuliskan catatan dan melihat keluar jendela, pandangan menuju arah yang tak tentu dan cakrawala yang tak berbatas, aku berbisik kecil didalam hati. Memanjatkan impian pada Dia yang ada di seluruh ruang dan tempat.

“Tuhan, yang aku impikan hanya sebuah hal yang sederhana, tapi aku mohon, kabulkanlah permohonan sarat makna ini –

Berikanlah dirinya dan diriku apapun yang terbaik untuk kehidupan kami, di dunia dan di akhirat”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun