Mohon tunggu...
Muhammad Arkandiptyo
Muhammad Arkandiptyo Mohon Tunggu... -

Hanya seseorang di pojok kota Jakarta yang selalu apa adanya. Penggemar berat masakan tradisional Jawa & Peranakan, musik Light Jazz dan pecinta sejati seseorang kalau sudah sekali cinta.\r\nPS Untuk semua Ingatlah Selalu: Ing Madya Mangun Kersa & Bhinneka Tunggal Ika!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Crashpack Bumi Ngapak (I): Suwi Ora Dalan

5 Mei 2011   15:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:02 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya, hari ini, tertanggal Bulan 5 Tanggal 5 Tahun 2011.... *gaya baca naskah proklamasi* terputuskan sudah bahwasannya saya akan.....memulai Crashpacking ke kampung bapak dan sekitarnya (tanya kenapa, liat Crashpack Bumi Ngapak: Prologue, ke suatu daerah di Bumi ini yang terkenal dengan kesederhanaannya, dan gaya khas aksennya yang sangat unik, yang sering dibilang sebagai "Ngapak".

Tentunya kalau yang Wong Jowo, tahu, orang yang Ngapak itu dari mana....dari tapal batas antara Jawa Barat sampai daerah Jawa Tengah 'elit' alias Semarang & Jogja....ya, sebuah daerah besar yang mencakup Purwokerto, Banyumas, Kebumen, Banjarnegara, Purworejo....dan sekitarnya, bahkan bagi beberapa orang, Tegal dan Brebes masuk hitungan karena aksennya juga mirip.

Mungkin banyak yang belum tahu, saya terlahir dari keluarga moderat, biasa saja...kampung dari keluarga bapak adalah di daerah Kebumen, tepatnya di Karanganyar (BUKAN Karanganyar yang cedhak Solo, yo). Karanganyar sendiri terletak kira-kira 7-8 kilo sebelum Kebumen dari arah Jakarta. Sebuah kota kecil yang damai dan penuh kesan. Sangat berwarna tapi juga mendamaikan hati di satu sisi.

Lebih tepatnya lagi yang tinggal disana adalah Mbah Kung alias Grandpere/Kakek/Aki/Pops. Dia tinggal di rumah tua di dekat alun-alun kota (atau kalo takon/tanya ke tukang becak, bilang saja 'wetanan gadean' -timur Pegadaian-)

Seperti banyak rumah tua di Jawa, rumah nya sendiri ada di satu kompleks yang terdiri dari sekitar tiga rumah dengan satu pintu masuk yang sama dan satu halaman besar ditengah. Rumah ini cukup sumpek karena banyak barang *jujur* apalagi karena sering menyimpan stok barang, maklum, Mbah masih bertani meskipun sudah berumur.

Aku pergi ke sana untuk jalan-jalan, dengan CRASHPACKING, tidak ada persiapan selain barang bawaan. Itupun cuman baju, uang, dan kamera. Sisanya? Pikirkan di jalan. Akomodasi? Di rumah keluarga, kalau belum sampai, cari Mesjid. Sesederhana itu. Crash-Backpacking kawan, Backpacking yang nyaris tanpa perencanaan *tapi bukan berarti nekat juga*

So hari itu, aku putuskan pergi saja dengan Kereta, biar enak. Langsung aku tancap gas ke Utara, ke Stasiun Senen tentunya. Tempat Kereta Lintas Selatan ada,,,awalnya ada 2 pilihan, Sawunggalih (berangkat jam 8, Bisnis) atau Bogowonto (Berangkat jam 9, ekonomi-AC). Dilihat-lihat, Sawunggalih 95000, Bogowonto 85000. Beda hanya 10 ribu ya, tapi kita lihat, Bogowonto Ekonomi dan berhenti di lebih banyak tempat. Artinya apa? Itu artinya lebih banyak orang, sumpek, dan lebih lama sampai Karanganyar. Sawunggalih mungkin Bisnis yang gak pake AC, tapi stop lebih sedikit daripada Bogowonto.
So, pilihan jatuh pada Sawunggalih.

Saat itu masih jam 6.30, ya, cepet banget, kecepetan mungkin, tapi masalahnya awalnya kami ingin naik Fajar Utama arah Jogja, tapi setelah sedikit tilak-tilik lagi, ternyata Fajar tidak berhenti di Karanganyar, tapi di Kebumen, yang berarti kalau mau ke Karanganyar harus tambah angkot, yang berarti lebih mahal justru.

Akhirnya, Camen lah yang terjadi - ya, Camen, bukan Cacat Mental tapi Cari Makan Enak, di Stasiun Senen. Hari masih awal sekali dan sedikit yang buka, dan tentunya, karena masih sedikit orang, susah tahu mana yang enak berdasarkan panutan pertama para Foodie: Makanan Enak = Rame! Ya, masih sedikit orang, dan susah tahu mana yang rame mana yang enggak.

Setelah sedikit baputar-putar, diputuskanlah, makan di Soto Ayam Lamongan. Ternyata cukup enak, yah bukan enak-enak banget sih, tapi kalau untuk standar Soto Ayam yang baik, enak, dan bersih, dia lulus. Kalau dibilang NEM, emang bukan maksimal sih, tapi biar dapet RSBI atau PTN Unggulan bisa lah.

Jam menunjuk angka 7, aku masuk ke dalam, menunggu 1 1/4 jam bukan hal enak, oleh karena itu tentunya beli koran untuk mengencerkan suasana, sekalian cari batere cadangan dan bekal makan kecil (aka Kudapan) di kereta....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun