Mahasiswa menjelaskan setiap langkah dengan detail, mulai dari cara mengolah daun kelor agar nutrisi yang terkandung tetap terjaga hingga tips menyajikan dawet kelor agar terlihat menarik dan menggugah selera. Para pengasuh panti dan peserta lainnya tampak antusias mengikuti setiap langkah, mencatat hal-hal penting yang perlu diperhatikan.
Di akhir sesi, setiap peserta diberikan kesempatan untuk mencicipi dawet kelor yang telah dibuat. Anak-anak panti, yang awalnya ragu karena warna hijau dari kelor, ternyata sangat menyukai rasa manis dan segar dari dawet ini. Bahkan, beberapa anak meminta tambahan porsi, menandakan bahwa dawet kelor bisa menjadi salah satu makanan favorit mereka di panti.
Dampak Positif dan Harapan Masa Depan
Sejak program ini dilaksanakan, dampak positif sudah mulai terlihat di Panti Asuhan Al-Ikhlas Punden. Para pengasuh panti melaporkan bahwa anak-anak mulai lebih semangat mengonsumsi makanan dan minuman yang disajikan, terutama dawet kelor. Mereka juga mencatat adanya peningkatan dalam berat dan tinggi badan beberapa anak yang sebelumnya mengalami masalah pertumbuhan.
“Kami sangat berterima kasih kepada mahasiswa yang telah melaksanakan program ini. Dawet kelor tidak hanya lezat tetapi juga sangat bergizi. Kami akan terus membuatnya sebagai bagian dari menu harian di panti,” ujar Ibu Anis, salah satu pengasuh panti asuhan.
Selain itu, mahasiswa juga mencatat bahwa program ini memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Mereka berencana untuk melakukan monitoring jangka panjang untuk melihat dampak konsumsi dawet kelor terhadap pertumbuhan anak-anak di panti. Jika hasilnya positif, program ini akan dijadikan model yang bisa diadopsi oleh panti asuhan lain di wilayah Jawa Timur dan bahkan di seluruh Indonesia.
Tantangan dan Langkah Ke Depan
Meskipun program ini sudah menunjukkan hasil yang positif, mahasiswa Gelombang 7 Kelompok 21 menyadari bahwa tantangan masih ada. Salah satu tantangan utama adalah memastikan keberlanjutan program ini setelah mereka selesai melaksanakan pengabdian masyarakat. Oleh karena itu, mahasiswa berupaya untuk memberikan pelatihan lanjutan kepada para pengasuh panti dan komunitas lokal, serta menyusun panduan tertulis yang bisa dijadikan referensi.
Mereka juga mengusulkan untuk membentuk kelompok kerja di tingkat desa yang terdiri dari pengasuh panti, perwakilan masyarakat, dan kader kesehatan untuk memastikan program ini terus berjalan dengan baik. Kelompok ini diharapkan bisa melakukan monitoring secara berkala, mengidentifikasi kendala yang muncul, serta mencari solusi bersama.
Selain itu, mahasiswa berharap dapat menjalin kerja sama lebih lanjut dengan lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan pihak swasta yang peduli dengan masalah stunting. Kerja sama ini diharapkan bisa membantu dalam penyediaan bahan baku, pendanaan, serta dukungan teknis untuk mengembangkan program ini lebih luas lagi.
Kesimpulan: Harapan untuk Generasi yang Lebih Sehat