Pendidikan adalah suatu proses dimana para peserta didik menempuh kegiatan belajar didampingi oleh pengampu, tutor, dosen, ataupun guru sebagai fasilitator.Â
Namun akhir-akhir ini dunia sedang diterpa suatu pandemi virus yang bernama Corona Virus Disease. Yang mana virus ini juga memicu pergolakan sistem pendidikan di Indonesia.Â
Seperti yang dikatakan Menteri pendidikan Indonesia di akhir bulan juni kemarin, Beliau memberikan arahan bahwasanya semua strata pendidikan di Indonesia menggunakan sistem daring atau pembelajaran online.Â
Hal ini diharapkan membantu menyukseskan agenda Bapak presiden RI dan gugus percepatan penangan Covid-19 untuk memutus mata rantai penyebaran virus sampai ke akar-akarnya.Â
Namun yang kita ketahui dalam menyelenggarakan pembelajaran berbasis online ini juga menuai banyak perdebatan, salah satunya adalah keterbatasan pengetahuan orang tua tentang teknologi.Â
Disisi lain masih ada beberapa masalah dan pertimbangan publik yang harus dikaji lebih dalam seperti, sambungan dan jangkuan internet di daerah tertentu serta dampak internet terhadap anak usia dibawah umur.Â
Tentu dengan permasalahan diatas, pemerintah harus mampu memecahkan masalah lewat kajian-kajian ilmiah maupun riset. Karena dampak daripada teknologi tanpa pengawasan langsung oleh orang tua akan menyebabkan disfungsi kebijakan.
Dari survey kelompok dan pemahaman permasalahan terkait pendidikan ditengah pandemi, kami condong untuk memberikan bantuan moral dan edukasi kepada masyarkat di Desa Kandangan, Kecamatan Kandangang.Â
Hal ini berlatar belakang karena masyarakat sekitar menuai masalah micro yang kompleks serta alasan alasan yang rata-rata identik mengenai daring. 8 dari 10 orang tua mengaku kualahan menangani aktivitas buah hati mereka seperti, kurangnya perhatian guru, kesulitan menggunakan Internet dan sosial media dengan dalih Gaptek.Â
Seperti contoh Ibu A yang berprofesi sebagai penjual nasi pecel, ia mengaku kepada pihak penyelenggara bahwasanya di pagi hari orang tua kesusahan dalam membagi waktu mengurus keperluan ekonomi dan keperluan pendidikan anak.Â
Dengan sadar ibu A tersebut bertutur kepada kami jika sebagai murid, anak-anak memerlukan perhatian ekstra, dan orang tua rata-rata tidak mempunyai kompetensi untuk menggantikan peran guru dalam belajar mengajar.Â
Disisi lain waktu orang tua sudah tersita karena mengurusi keperluan sandang pangan dan papan. Tak sedikit juga dari beberapa partisipian kita mengaku bahwasanya anak-anak jadi sering bermain sampai lupa waktu.
Tentu hal ini adalah sebuah panggilan kepada kami para calon praktisi pendidikan di masa depan. Oleh karena itu kami menghadirkan serangkaian inovasi pendampingan pendidikan kepada orang tua ditengah tengah masa transisi New Normal. Agenda ini adalah focus program kerja dalam kegiatan Pengabdian kepada masyarakat Kelompok 59.Â
Dimana kami menghadirkan suatu bentuk kelas konseling bagi orang tua untuk dapat menjadi konsultan mereka namun dalam protokol yang memadai. Secara garis besar orang tua juga dapat menitipkan buah hati mereka kepada kelompok atau penyelenggara acara dengan waktu yang disepakati bersama.Â
Tutor delegasi dari kelompok akan menjadi konsultan pendidikan penerjemah tugas guru serta memberikan edukasi kepada murid-murid agar mereka kembali mempunyai motivasi belajar yang baik.
Didalam membangun kelas bersekala kecil dan protokoler, kami menggunakan sistem belajar yang kami diskusikan dengan para anggota kelompok. Kami juga menggunakan media pembelajaran, strategi pembelajaran, tools, dan rancangan belajar informal.
Informal bukan berarti penyelenggara tidak mematuhi tataran yang diajarkan dalam bangku kuliah, namun diakrenakan tugas kami memberikan penyegaran terhadap siswa dan orang tua agar tidak frustasi, maka kami hadirkan ide --ide baru pengajaran yang pernah daiajarkan oleh dosen-dosen kami.Â
Dengan mempertimbangkan segala bentuk kebulatan tekad kami ingin andil dalam membantu pemerintah, kami juga memberikan arahan kepada masyrakat untuk tetap aware atau sadar akan Covid-19.Â
Di dalam agenda ini kami selipkan beberapa pesan moral yang mungkin terkandung secara explisit dan implisit mengenai wabah dan cara menyikapinya.Â
Tentu hal ini juga sebuah isu yang patut di edukasikan oleh pemerintah. Masyarakat yang tidak sadar akan berkembangnya teknologi juga berpengaruh menyebarkan ketakutan seiring merebaknya penyebaran hoax.
Dua agenda kami diatas membuat serangkaian kegiatan yang memerlukan waktu sekitar 20-24 hari dengan target 30 hari. Kami merecord semua keadaan mulai dari momen pertama diskusi sampai hari terakir terjun di lapangan. Dimana hal ini akan kami tuturkan melalui poin-poin berbentuk laporan terperinci sebagai berikut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H