Junrejo - Indonesia merupakan bangsa yang besar dengan lebih dari 200 juta penduduk. Jumlah penduduk sebanyak ini tentu mempunyai risiko yang tidak mudah. Hal ini dapat menimbulkan berbagai ancaman apabila masyarakatnya tidak memiliki karakter, moralitas, dan identitas nasional.
Mencegah hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menganjurkan penerapan Profil Pelajar Pancasila sejak 2017 lalu. Bukan tanpa alasan, program ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila di kalangan pelajar. Merujuk pada penguatan karakter dan identitas nasional yang sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945.
Dimulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga sekolah tinggi dan instansi. Tidak hanya melalui pendidikan akademik, upaya membangun karakter dan identitas nasional ini juga diterapkan pada pendidikan non-akademik seperti ekstrakurikuler hingga lokakarya. Melihat hal tersebut, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) memberikan kontribusi positifnya.
Tepat pada kegiatan Pengabdian Mahasiswa kepada Masyarakat (PMM) yang digelar selama satu bulan penuh, kelompok 78 gelombang 4 menunjukkan eksistensinya. Berkolaborasi dengan guru dan siswa-siswi RA 08 Dewi Sartika Junrejo, Kota Batu, mereka turut serta dalam upaya penguatan karekter dan identitas nasional. Menciptakan media belajar anak yang berfokus pada gambar Burung Garuda sebagai simbol negara.
Dalam prosesnya, siswa dihadapkan dengan tantangan gambar Burung Garuda tanpa logo Pancasila. Mereka diminta untuk mengurutkan logo-logo Pancasila hingga bunyi kelima silanya. Selama pembelajaran berlangsung, mereka berperan aktif dan bersungguh-sungguh untuk menyusun logo dan bunyi Pancasila yang tepat.
Tentu, program ini tak lepas dari diskusi dan pengawasan Bapak Ach. Apriyanto Romadhan, S.IP., M.Si selaku Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) kelompok 78 gelombang 4. Merujuk pada visi dan misi Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM), hilirisasi nilai-nilai Pancasila yang diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi penopang pembangunan karakter dan identitas nasional.
Maka dari itu, koordinator kelompok 78 Nurjihan Nabilahsari mengajak anggotanya untuk ikut andil dalam memberikan dampak positif bagi bangsa dan negara. Lebih lanjut, kelompok ini menjadi contoh nyata keberagaman Indonesia yang diperkenalkan pada siswa-siswi merupakan kebhinnekaan. Berasal dari latar belakang yang berbeda, tapi dapat bersatu dan bekerja sama sebagai tim.
Dafa Wakyu merupakan anak rantauan Tuban, Masitha Aulia berasal dari Ibu Kota Provinsi Jawa Timur, Alif Rayhan merupakan penduduk Bogor, dan Ratna Diana warga asli Malang. Logat mereka dalam berdialog tentu sudah mencerminkan perbedaan ruang lingkup dalam bertumbuh dan berkembang. Namun, mereka telah berhasil mengintegrasikan sila ke-3 dan menjadi contoh positif bagi Anak Usia Dini dalam upaya memahami nilai-nilai Pancasila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H