Mahasiswa PMM 40 gelombang 5 mendatangi lokasi KSM TPS 3R beserta dengan Emil Akbar selaku reporter RRI Malang dan kakak-kakak dari DLH yang membimbing KSM TPS 3R di Desa Suwayuwo, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Pasuruan .Â
Di desa tersebut terdapat sekelompok masyarakat yang membudidayakan ulat maggot atau belatung BSF atau (Black Soldier Fly) yang terbukti dapat mengurangi volume sampah organik dengan cepat.Â
Kelompok masyarakat tersebut yaitu KSM TPS 3R Cinta Mahesa. KSM tersebut merupakan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang didirikan pada Tanggal 6 April 2015 dalam rangka menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi dimasyarakat khususnya dalam hal pengelolaan sampah yang tidak kunjung selesai. Sehingga hal tersebut jika dibiarkan akan menganggu lingkungan dan dampak yang ditimbulkan juga akan dirasakan oleh masyarakat desa Suwayuwo itu sendiri.
Sampai saat ini sampah masih menjadi permasalahan yang serius yang harus diselesaikan agar timbunan yang dihasilkan semakin berkurang. Jika tidak akan menganggu lingkungan terutama pencemaran terhadap air yang berpotensi banjir karena terganggunya irigasi air yang terhambat oleh buangan sampah dan dampak lain yaitu bau yang sangat menyengat jika dibiarkan secara terus menerus dan dampaknya yaitu pada kesehatan masyarakat itu sendiri.
Bapak Endro Winaryo selaku ketua KSM Cinta Mahesa ketika diwawancarai oleh Emil Akbar selaku reporter RRI Malang menjelaskan bahwa budidaya maggot ini dirintis sejak tahun 2015 akan tetapi waktu itu belum dapat menghasilkan keuntungan yang bisa dikelola untuk kesejahteraan para anggotanya. Sehingga masih harus banyak belajar mengenai budidaya maggot ini. Pada perkembangannya KSM TPS 3R ini bergerak dalam pengelolaan dan pemanfaatan sampah yang dapat menghasilkan nilai lebih bagi masyarakat sekitar salah satunya yaitu budidaya maggot yang dapat dijadikan sebagai pakan ternak, pengolahan kompos, dan lain-lain.
Maggot sendiri merupakan baby larva yang berasal dari lalat jenis tentara hitam atau belatung bsf atau black soldier fly . Lalat ini memiliki umur yang pendek. Bapak Endro menjelaskan bahwa setelah lalat BSF kawin 7 hari setelah itu lalat betina bertelur dan akan menetas dalam jangka waktu 3-4 hari, kemudian menjadi baby larva setelah itu pada usia 0-18 hari menjadi larva dewasa dengan warna putih kecoklatan , 18 hari menjadi prepupa, selama prepupa maggot diletakkan di media yang diberi pakan sampah organik seperti buah, sayur, dan makanan yang dibuang di TPS.Â
Setelah berubah warna dari putih kecokelatan menjadi cokelat hitam maka maggot tidak makan dari media sehingga berpindah menuju media di tempat kering dan otomatis menjadi indukan. Â Siklus maggot kurang lebih sekitar 40 hari mulai dari lalat sampai maggot indukan, ujar pak Endro.
KSM yang dikelola pak Endro beserta perangkat lainnya dalam satu bulan bisa memanen sampai 100-120 kilogram maggot. Per 1 kilogram maggot anakan dijual dengan harga Rp 6000 sedangkan maggot dewasa atau pupa dijual dengan harga yang mencapai Rp. 50.000. Selain itu sisa makanan maggot digunakan untuk makanan unggas oleh warga sekitar. Mengenai bagaimana cara maggot mengurangi timbunan sampah , menurut Pak Endro dalam 1 media biopon maggot dapat memakan sampah organik hingga 25-30 kilogram sehingga dari fakta tersebut maggot dapat membantu mengatasi permasalahan sampah di TPS tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H