Mohon tunggu...
Plan Indonesia
Plan Indonesia Mohon Tunggu... Lainnya - NGO

Memperjuangkan hak anak dan pemberdayaan perempuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Harapan Eliminasi Kekerasan Anak di Indonesia

24 Juli 2024   10:00 Diperbarui: 30 Juli 2024   11:06 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melalui program tersebut Pak Mamat mengungkapkan terjadi penurunan drastis angka putus sekolah akibat perkawinan anak dari tahun 2023 yang mencapai 6-10 kasus hingga menjadi 1 atau 2 kasus yang terjadi pada tahun 2024. Ini menunjukkan pentingnya satuan pendidikan membangun suasana nyaman dan rasa aman bagi peserta didik dengan membuat tata tertib sekolah yang ramah anak, yang tidak hanya berlaku bagi peserta didik saja, juga berlaku bagi pendidik dan warga sekolah lainnya. SMAN 1 Warungkiara, telah membuktikan bahwa mewujudkan sekolah ramah anak perlu kerja sama seluruh warga sekolah, tidak hanya tertulis di atas kertas, lebih penting adalah implementasi apa yang tertulis, termasuk juga Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pengampu program SRA ini. OPD perlu melihat capaian indikator SRA hingga pada level kualitas yang dicapai sekolah, seperti yang diungkapkan pak Mamat di atas. 

Di sisi lain, SMAN 1 Lembar juga sudah  melibatkan  peserta didik yang merupakan Peer Educator dan sebagai Tim SRA  melakukan proses pemisahan kasus perkawinan anak. Sejauh ini sekolah mengungkapkan bahwa peran teman sebaya menjadi penting dan salah satu faktor besarnya kemungkinan kasus upaya perkawinan anak dapat dipisah. Hal ini dikarenakan peran teman sebaya dalam memberikan motivasi dan edukasi lebih efektif dibandingkan dengan orang dewasa. Dari 6 kasus rencana perkawinan anak yang terjadi,  4 diantaranyaberhasil dipisahkan. Hal ini juga didukung oleh mulai beraninya peserta didik melapor atau bercerita kepada Peer Educator dan Guru jika mendengar desas-desus rencana temannya yang akan menikah. Berdasarkan laporan tersebut, sekolah melalui tim SRA dengan cepat tanggap meminta guru BK dan Wali kelas untuk melakukan kunjungan untuk tindak lanjut konfirmasi kebenaran berita atau laporan yang didapatkan. 

Hari Anak Nasional Momentum Perkuat Perlindungan Anak

Kekerasan terhadap anak termasuk perkawinan anak yang masih marak terjadi bukan hanya merupakan kejahatan yang melanggar hukum, namun juga merupakan tindakan yang merampas hak-hak dasar anak. Di Indonesia, hak-hak anak yang seharusnya dijamin oleh berbagai peraturan dan konvensi hak anak internasional, seringkali terancam karena berbagai faktor sehingga masa depan anak terabaikan. 

Hari Anak Nasional (HAN) yang diselenggarakan setiap tanggal 23 Juli, menjadi salah satu pengingat dalam terus mendorong kesejahteraan anak yang jauh dari kekerasan dan segala macam bahaya bagi anak. Pada tahun 2024, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengusung tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” menjadi kesempatan untuk mengevaluasi dan memperkuat kebijakan perlindungan anak yang sudah ada, serta mengembangkan kebijakan baru yang lebih efektif dan integratif Ini termasuk memastikan bahwa setiap kebijakan tidak hanya ada di atas kertas, tetapi juga diterapkan dengan baik di lapangan. 

Salah satu contoh praktik baik dari implementasi kebijakan demi melindungi anak dari kekerasan yakni dilakukannya upaya pembentukan dan pendampingan melalui tim Sekolah Ramah Anak (SRA)  Di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dan Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat misalnya, tim SRA telah berhasil mendorong terwujudnya sekolah yang aman dan nyaman bagi peserta didik dengan mengajak semua warga sekolah untuk lebih peduli terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi anak, termasuk mereka berhasil mengajak anak untuk tetap bersekolah. 

Praktik baik ini tidak serta merta terjadi begitu saja, melainkan melalui komitmen yang tinggi dari tim SRA bersama warga sekolah lainnya. Sekolah wajib menempatkan anak sebagai subyek yang menikmati tempat belajarnya dengan rasa aman, nyaman, dan dihargai. Sekolah akan dikenang sebagai entitas yang menyejukkan dan membahagiakan, karena anak merasa bebas dari segala bentuk kekerasan, bebas berpendapat dan diberikan ruang serta kesempatan untuk berkolaborasi bersama pendidik, saling menciptakan sekolah yang ramah bagi mereka. Sekolah Ramah Anak akan terwujud dan terus berjalan jika terjadi komitmen dan kolaborasi antara pemerintah dan warga sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun