Mohon tunggu...
Plan Indonesia
Plan Indonesia Mohon Tunggu... Lainnya - NGO

Memperjuangkan hak anak dan pemberdayaan perempuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Harapan Eliminasi Kekerasan Anak di Indonesia

24 Juli 2024   10:00 Diperbarui: 24 Juli 2024   10:18 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kekerasan terhadap anak merupakan masalah serius yang terus melanda Indonesia hingga saat ini. Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) 2023, mencatat sebanyak 18.175 kasus kekerasan terjadi pada anak. 

Terdapat tiga provinsi dengan angka kekerasan tertinggi yaitu, Jawa Barat sebanyak 1.696 kasus, Jawa Timur 1.531kasus dan Jawa Tengah dengan kasus sebanyak 1.255. Data tersebut mengklasifikasi bentuk-bentuk kekerasan yang paling sering dialami oleh anak  terdiri dari 3 bentuk kekerasan yaitu, kekerasan seksual sebanyak 10.932 kasus, kekerasan psikis 1.511 kasus dan kekerasan fisik sebanyak 4.410 kasus.

Tingginya angka kasus kekerasan anak, menunjukan upaya perlindungan anak di lingkungan sekitar masih lemah. Menciptakan ruang yang aman bagi lingkungan anak bukan hanya tentang melindungi mereka dari bahaya fisik, tetapi juga tentang mendukung perkembangan holistik mereka secara menyeluruh. Ini melibatkan komitmen dari semua pihak yang terlibat, termasuk orang tua, pengasuh, pendidik, dan masyarakat luas.

Salah satu langkah yang telah dilakukan demi menciptakan ruang aman, khususnya di lingkungan pendidikan, yakni melalui Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak (SRA). Peraturan tersebut, mewajibkan seluruh satuan pendidikan di Indonesia membentuk sekolah ramah anak sebagai fondasi kuat dalam pemenuhan hak anak secara utuh. 

Masih Maraknya Kasus Kekerasan Anak di Satuan Pendidikan

Akan tetapi pada prakteknya, kasus kekerasan di satuan pendidikan kian marak. Tidak hanya di sekolah namun juga pondok pesantren. Seperti kasus perkawinan anak yang dilakukan oleh seorang laki-laki berinisial ME yang menjadi pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) di Kabupaten Lumajang Jawa Timur pada Juli 2024. Ia dilaporkan ke polisi karena menikahi santriwati berinisial P yang masih berusia 16 tahun. Perkawinan itu diduga dilakukan tanpa sepengetahuan orang tua dari santriwati tersebut.

Kasus perkawinan anak antara pengurus pesantren dan peserta didik di sekolah mencerminkan lemahnya sistem perlindungan di lingkungan pendidikan. Meskipun terdapat regulasi yang seharusnya melindungi anak dari eksploitasi dan hubungan yang tidak sehat, implementasi serta pengawasan terhadap aturan tersebut sering kali kurang memadai. 

Situasi ini mengindikasikan perlunya peningkatan kesadaran dan pelatihan bagi para pengurus dan pendidik mengenai batasan etis dan tanggung jawab mereka, serta perlunya mekanisme pengaduan yang aman bagi siswa. Tanpa langkah-langkah preventif yang kuat, anak-anak tetap rentan terhadap situasi yang bisa merugikan masa depan mereka. 

Kondisi Demikan, Selain itu, akan berimbas pada peningkatan angka perkawinan anak di Indonesia,perkawinan anak yang juga bagian dari kekerasan masih banyak terjadi hingga merenggut hak pendidikan dan masa depan anak. Berdasarkan Susenas BPS, proporsi perkawinan anak di Indonesia pada 2023 menyentuh 6,92 persen (dijelasin angka tersebut artinya apa).  

Tingginya angka perkawinan anak ini menjadi salah satu factor putus sekolah. Di sebagian kasus, ketika anak sudah menikah maka ia biasanya dikeluarkan dari sekolah, dipindahkan, atau tidak mau melanjutkan sekolah. 

Masih terdapat banyak sekolah yang memilih untuk menutupi kasus perkawinan anak dengan alasan menjaga nama baik institusi mereka. Hal ini merupakan masalah serius yang tidak hanya merugikan anak yang terlibat, tetapi juga mengabaikan hak-hak dasar mereka untuk melindungi dari perkawinan usia anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun