Setiap tahun, Gereja (Katolik) merayakan misteri terbesar karya Penebusan dalam Pribadi Yesus Kristus mulai dari (Malam) Kamis Putih, dilanjutkan ke Jumat Agung dan ditutup pada Malam Minggu Paskah (Vigili). Tiga hari suci ini dinamakan “Tri Hari Penyaliban, Pemakaman dan Kebangkitan”. Kamis Putih, Jumat Agung dan Sabtu Suci adalah satu kesatuan. Meskipun masing-masing hari memiliki kekhasan dalam hal liturgi, ketiganya tidak dapat dipisahkan. Kali ini saya akan membagikan salah satu tanda konkret yang menampilkan kesatuan tersebut.
Rangkaian perayaan dalam tiga hari ini dimulai dengan “Tanda Salib” pada awal Misa Kamis Putih dan baru ditutup dengan “Berkat Meriah Paskah” pada Malam Paskah (Vigili Paskah).
Sementara itu, hari Jumat Agung adalah satu-satunya hari dalam satu tahun dimana tidak ada Misa (Perayaan Ekaristi). Ibadat Jumat Agung tidak dibuka maupun ditutup dengan Tanda Salib. Rasa-rasanya inilah hari berkabung yang tak terkatakan, di saat dunia meratapi “Putera Tunggal Allah”. Ini mirip seperti pengalaman kehilangan seorang anak tunggal di dalam keluarga yang meninggal pada usia muda. Imam yang memimpin perayaan ibadat ini masuk dan keluar dari Gereja seperti orang yang baru “kalah perang”. Dari lambung Yesus yang tertikam, mengalirlah seluruh Sakramen (pemberi hidup) Gereja.
Perubahan yang mencolok terlihat pada warna liturgi yang digunakan dalam tiga hari tersebut. Pada Malam Kamis Putih, warna liturgi yang digunakan adalah Putih. Pada hari Jumat Agung, warna liturgi yang digunakan adalah Merah sejak Minggu Palma (beberapa orang Katolik masih salah kaprah dengan warna Ungu). Sementara itu, warna liturgi pada Malam Paskah adalah putih.
Selalu ada yang istimewa dalam Paskah setiap tahun. Paskah 2022 bagi saya adalah sebuah momen “perubahan”. Liturgi “Pekan Suci” hanya bisa diresapi maknanya apabila disiapkan, dirayakan dan direfleksilkan dengan sungguh-sungguh. Liturgi Gereja itu seperti kristalisasi berbagai misteri teologis yang mengagumkan, menggetarkan dan mengubah hati. Bukan hanya warnanya yang berubah, aku pun turut berubah
Sumber:
Pantia Liturgi KAS, Pekan Suci: Buku Umat, Edisi Revisi (2006)
Jacobus Tarigan, Memahami Liturgi, Jakarta: Cahaya Pineleng, 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H